Kasus pemerasan terhadap Ria Ricis, Polisi: Motif sementara ekonomi

Estimated read time 2 min read

JAKARTA (Antara) – Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kompol Ade Safri Simanjuntak, AP (29), mengatakan, motif sementara di balik pemerasan dan intimidasi terhadap tokoh masyarakat yang dikenal dengan sebutan ria unita atau ria resis adalah finansial.

Jadi untuk saat ini motif dugaan kejahatan AP adalah finansial, katanya dalam pertemuan di Jakarta, Selasa.

Dijelaskan Ade Safri, modus yang dilakukan tersangka AP adalah mengakses atau meretas sistem elektronik yang berisi informasi jurnalis atau catatan elektronik pribadi secara ilegal.

“Digunakan untuk mengancam korban melalui media elektronik, meminta korban membayar Rp 300 juta melalui pengelola atau asisten korban,” kata Ade Safri. Baca Juga: Penangkapan Polisi di Jakarta Timur dan Ancaman Pemerasan Ria Risis Ade Safri mengatakan, tersangka berhasil mengakses informasi dan catatan elektronik korban secara ilegal.

Informasi pribadi korban kemudian ‘diunggah’ ke tiga akun media sosial tersangka AP, antara lain IG, Twitter, dan TikTok, setelah itu tersangka menampilkan ‘layar’ tersebut, kata Ade Safri.

Hasil tangkapan layar itu kemudian dikirimkan kepada sutradara atau asisten reporter atau mengancam korban sebesar Rp 300 juta, ujarnya.

Namun Ade Safri menyebut Ria Resis tak sempat memberikan uang yang diminta tersangka. Baca Juga: Polda Metro Jaya Diancam dan Diperas Seseorang, Kata Ria Risis, Saat Tersangka Benarkan Informasi Pribadi Seperti Ancaman Terhadap Korban, Ade Safri Mengatakan Terkait Masalah Pribadi.

Baik berupa foto maupun video yaitu informasi pribadi atau catatan elektronik Suster RY, dalam hal ini wartawan atau korban sendiri bernama Ria Risis, ujarnya.

AP ditetapkan sebagai tersangka dalam proses pidana karena mengancam dan/atau mengakses sistem elektronik orang lain tanpa izin (pelanggaran hak) melalui media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27b ayat 2 Pasal 45 dan/atau juncto Pasal 45. 30. Ayat 2 Pasal 46 dan/atau Pasal 32 Ayat 1 dengan Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 Nomor 2024 No. 1 Tahun 2024 Nomor. 1 juncto Pasal 48 UU Perubahan Kedua. “Ancaman pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar,” kata Ade Safri.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours