Kebijakan Antidumping Keramik 199,88% Bisa Bikin Jutaan Pekerja Industri Hilir Sengsara

Estimated read time 7 min read

JAKARTA – Pemerintah akan mengenakan bea masuk hingga 199,88% terhadap banyak barang asal China yang membanjiri pasar dalam negeri. Proyek ini telah menarik banyak perhatian dari berbagai negara. Ada kekhawatiran pemerintah akan bertindak berani dan menimbulkan kebakaran di Indonesia.

Anggota Komisi 6 DPR RI Darmadi Durianto meminta pemerintah lebih berhati-hati dengan rencana menjalankan bisnis impor. Karena jika rencananya adalah untuk melindungi industri tekstil, maka rencana tersebut harus menjadi model yang lebih spesifik dan tidak dibuat untuk semua industri lainnya.

“Ada risiko di industri TPT sehingga model kebijakannya harus spesifik untuk industri tersebut,” kata Darmadi, Jumat (7 Mei 2024).

Darmady menjelaskan bahwa strategi dan pendekatan di setiap industri berbeda-beda dan tidak bisa sama. Oleh karena itu, langkah paling mendesak yang harus dilakukan Kementerian Perdagangan, yakni mengidentifikasi permasalahan di masing-masing industri, dengan investigasi yang paling mendalam. Selain itu, Anda juga harus mempelajari pasar setiap industri melalui riset yang komprehensif. “Ini sangat penting untuk menyempurnakan resep yang dibuat,” ujarnya.

Ia memperkirakan potensi arus barang ilegal akan sulit dibendung jika prosedur tersebut dilakukan tanpa penegakan hukum yang tepat. Menurut dia, setiap jenis properti yang dikenakan pajak hingga 200% justru akan semakin menambah jumlah properti ilegal.

“Dan industri dalam negeri kita pada akhirnya akan kolaps jika barang-barang ilegal membanjiri industri dalam negeri. Departemen Perdagangan sedang mempertimbangkan kemungkinan dampak seperti itu. Pertanyaannya, apakah pemerintah siap menegakkan hukum jika menerapkan rencana ini?” – kata Darmadi.

Hal serupa diungkapkan Anggota Komisi 6 DPR RI Luluk Nur Hamida. Diakuinya, pihaknya belum mendengar pernyataan langsung dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) soal rencana penerapan bea masuk. Luluk sebenarnya khawatir jika penerapan tarif impor sebesar 200 persen terhadap barang asal Tiongkok merupakan keputusan emosional jangka pendek.

Kementerian Perdagangan ingin mengeluarkan peraturan tanpa uji tuntas. Akhirnya bolak-balik menghapus aturan tersebut. “Jangan biarkan pemaksaan ini menjadi keputusan emosional jangka pendek,” kata Luluk.

Ia juga meminta adanya pembahasan mengenai pengenaan bea masuk sebesar 200 persen terhadap impor tergantung ada atau tidaknya tekanan dari negara lain. Sebab, ia khawatir ini adalah perang dagang dan Indonesia hanya sekedar boneka kekuatan.

Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Dandy Rafitrandi mengatakan pemerintah harus berhati-hati dalam mengenakan tarif 200% terhadap barang impor asal China.

Dandy mengatakan, diperlukan database tertentu sebelum bisa dikenakan bea masuk. Kecuali memiliki bukti dan data yang kuat, kebijakan ini bisa memicu kebakaran perekonomian Indonesia.

“Jadi menurut saya, kita lihat saja apakah sistem ini berdasarkan undang-undang. Jika nanti kita bertanya kepada Tiongkok tentang alasan penerapan tugas-tugas penting ini, dan kita tidak dapat memberikan argumen dengan data yang benar, maka hal ini akan terbantahkan dan demikian katanya.

Ia mengatakan, meski tidak setuju dengan WTO, ia mengatakan China tidak akan tinggal diam. Perang dagang bisa saja terjadi antara kedua negara dan hal ini bisa berdampak lebih buruk pada kondisi perekonomian nasional. Selain itu, saat ini kekuatan modal Tiongkok di Indonesia cukup kuat dan dominan. Menurut Dendy, tidak menutup kemungkinan China juga akan membalasnya dengan tarif lain sebagai bentuk perlawanan. Kemungkinan besar pemasoknya bukan untuk produk yang sama, melainkan untuk produk yang berbeda.

“Jika China mau melakukan hal tersebut, maka dampaknya terhadap Indonesia akan semakin besar karena rantai pasok kita di Indonesia masih bergantung pada China,” ujarnya.

“Jadi menurut saya kita perlu berpikir dua kali, dan harus dengan bukti yang kuat jika kita ingin melakukan seni sepihak seperti ini,” tambahnya.

General Manager Forum Bahan Bangunan Indonesia (FOSBBI) Anthony Tan mengatakan penerapan tarif impor sebesar 200% akan berdampak besar pada industri pengolahan keramik Indonesia.

Menurut dia, penerapan bea masuk yang besar sebesar 200%, terutama pada ubin keramik produksi China, akan menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran di industri pengolahan keramik.

“Dengan diberlakukannya anti dumping, maka tingkat pengangguran akan meningkat akibat ditutupnya perusahaan impor dan perdagangan patungan, perusahaan pemasok, perusahaan bahan bangunan dan lain-lain yang kehilangan usahanya akibat tingginya pajak anti dumping. ” jelasnya.

“Banyak proses industri yang akan booming dengan penalti anti dumping sebesar 200%. Bersiaplah jika angka pengangguran naik menjadi 500 ribu x 4 orang per keluarga = 2 juta orang, mungkin lebih,” tambah Anthony Tan.

Sementara itu, Anthony menjelaskan, 50 ribu pekerja yang akan dilatih, termasuk perusahaan bisnis umum yang telah bergerak dalam pembangunan Indonesia selama lebih dari 30 tahun, akan terdampak dan berisiko tidak dapat melanjutkan usahanya.

Selain itu, ada juga perusahaan yang mendistribusikan cangkang keramik, bahan bangunan untuk supermarket, yang produknya tidak cukup untuk dijual, namun tetap harus menanggung biaya bulanan sehingga tidak ditanggung asuransi.

“Waktunya sangat terbatas sebelum proses kebangkrutan diteruskan ke sektor transportasi, perusahaan penyewaan truk kontainer dan operator pelabuhan akan terkena dampaknya. Saya akan menyalahkan orang lain atas rasa sakit yang begitu besar di sini. pemiliknya,” jelasnya.

Ia juga mendapat kabar bahwa Tiongkok marah dan sedih dengan keputusan penerapan tarif 200% pada impor.

“Menurut mereka, ini adalah keputusan yang tidak masuk akal. Dan mereka siap melakukan perlawanan,” tegasnya.

Menurutnya, adanya kebijakan antidumping pada gerabah keramik lebih banyak merugikan dibandingkan memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan khususnya industri pengolahan.

“Dengan diberlakukannya tindakan kebencian yang belum siap diikuti oleh produsen dalam negeri, kekurangan barang di pasar digantikan oleh barang impor,” kata Anthony.

Selain itu, dia mengatakan penerapan antidumping akan berdampak pada berkurangnya pendapatan perdagangan luar negeri dari impor negara sebesar Rp10 triliun per tahun, belum termasuk PPN penjualan dan pajak penghasilan badan atas penjualan di tingkat pasar. seluruh penduduk Indonesia.

Sementara program pemerintah melihat ke arah bangsa Indonesia dan tentunya membutuhkan status ekonomi yang besar, tegasnya.

Anthony mengatakan, saat ini produk yang banyak dihasilkan pabrikan dalam negeri adalah genteng bodi merah dengan daya serap air di atas 10%, sedangkan produk impor adalah genteng bodi putih dengan daya serap air di bawah 5%.

“Produk ini masih sangat banyak diproduksi di dalam negeri, dan sebagian pasarnya sudah ditentukan sejak tahun 1993,” jelas Anthony.

Menurut dia, produsen peralatan mesin dalam negeri sudah lebih dari 30 tahun tidak melakukan modernisasi.

“Mereka merasa nyaman dengan pasar keramik bodi merah, dan mereka tidak paham bahwa pasar tersebut memerlukan waktu untuk tumbuh dan berkembang, karena pangsa pasar yang tidak ada di dalam negeri sudah diisi oleh importir lebih banyak lagi. dari 30 tahun.” jelasnya.

Anthony mengatakan, baru dua tahun terakhir perajin dalam negeri mulai memproduksi gerabah, namun ukuran versinya hanya 60×60 cm.

“Hanya 3-4 pabrik yang memproduksi ukuran 80×80 dan 60×120, dan desainnya kurang bersaing sesuai permintaan pasar dan konsumen. Sedangkan seniman dalam negeri berukuran panel besar berukuran 1,2 x 2,4 meter dan 1,6 x 3,2 meter” hanya dua pabrik di . negara,” jelasnya.

Sebelumnya, Pengamat Industri Ahmad Widjaja mengatakan, produk keramik yang masuk ke pasar dalam negeri merupakan produk yang belum banyak diproduksi oleh industri dalam negeri.

“Produk yang masuk ke pasar dalam negeri merupakan produk yang karakteristiknya berbeda dengan yang diproduksi di dalam negeri,” kata Ahmad Widjaja.

Artinya, lanjutnya, jika pemerintah menerapkan tindakan antidumping berarti pemerintah harus tahu bahwa industri keramik nasional belum siap.

“Kalau antidumping diberlakukan, industri ini akan berubah dalam satu atau tiga tahun ke depan, pasti tidak, kenapa? Karena terlihat pertumbuhan industrinya dibandingkan lima tahun sebelumnya. Pemerintah harus memeriksanya lima tahun sebelum menerapkan langkah-langkah perlindungan. katanya, “entah dua kali lebih sehat atau tidak, “yang telah dilakukan industri ini adalah setiap perdagangan bisa dikorupsi.”

Antidumping ubin keramik saat ini sudah memasuki pertengahan tahun ke-6 berdirinya BMTP, dan KPPI kini tengah melakukan penyelidikan lanjutan terhadap BMTP yang akan diperpanjang untuk ketiga kalinya.

Saat ini impor Indonesia dari Tiongkok menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 sebesar US$62,18 miliar, sedangkan ekspor Indonesia sebesar US$60 miliar. Pada tahun 2024, BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia kembali surplus sebesar US$3,56 miliar per April 2024. Surplus ini lebih kecil dibandingkan surplus Maret 2024 sebesar US$4,58 miliar.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours