Kemenkes sebut total belanja kesehatan capai Rp606,3 triliun pada 2023

Estimated read time 2 min read

Jakarta (Antara) – Staf khusus Menteri Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Prastuti Sowendo, total biaya kesehatan (TBK) pada tahun 2023 tercatat sebesar Rp606,3.

Menurutnya, biaya kesehatan secara keseluruhan semakin meningkat setiap tahunnya, terutama pada sistem jaminan kesehatan.

Jumlahnya Rp 606,3 dan bisa kita lihat di sini seiring dengan meningkatnya kasus COVID-19 pada tahun 2020-2021. Kemudian akan menurun secara normal pada tahun 2022, dan kemudian meningkat sedikit. “Pada tahun 2020 dan 2021 akan ada pengobatan dan ‘vaksin tambahan’,” kata Prasutti, Selasa.

Prastuti menjelaskan, penting untuk membedakan antara organisasi publik, swasta, dan non-pemerintah ketika melihat uang yang dibelanjakan untuk kesehatan.

Di Indonesia, total pengeluarannya adalah Rp606,3, 57,2 persen di antaranya berasal dari sektor publik, termasuk program pemerintah BPJS Kesehatan.

Sedangkan 42,8 persen berasal dari program non-publik.

“Kalau kita lihat asuransi kesehatan meningkat. Tahun 2014 hanya Rp 47 miliar dan sekarang sudah mencapai Rp 167 miliar. Peningkatan yang luar biasa,” ujarnya.

Saat ini tercatat sebesar Rp30,7 triliun pada tahun 2023 untuk asuransi jiwa swasta.

“Kalau dibandingkan asuransi sosial dengan asuransi swasta, jumlah asuransi swasta masih sedikit,” imbuhnya.

Meski begitu, Prastuti menilai biaya kesehatan di Indonesia masih rendah, yakni hanya 3,7 persen terhadap PDB.

“Kita masih rendah, kita masih di angka 3,7 persen dari PDB. Seperti yang disampaikan pak menteri, kita tidak boleh seperti Amerika yang di angka 18 persen dari PDB, kita ingin belanja lebih efektif,” tuturnya.

Oleh karena itu, ia menegaskan, uang itu sangat penting dan penting adanya standar biaya kesehatan berdasarkan pengobatannya.

Selain itu, jika dibandingkan dengan persentase asuransi swasta di banyak negara, Indonesia merupakan yang terendah yaitu sebesar 3,1%.

Angka ini lebih tinggi dibandingkan Kamboja (0,7 persen), Myanmar (0,1 persen), namun masih lebih rendah dibandingkan Thailand 16,5 persen, dan Filipina 8,6 persen.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours