Kemenko Marves: Jika RI tak lakukan transisi energi, ekonomi terganggu

Estimated read time 2 min read

JAKARTA (ANTARA) – Deputi Direktur Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinasi Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin mengatakan jika Indonesia tidak mencapai transisi energi maka kondisi perekonomian negara akan terganggu.

“Bagi Indonesia sendiri, permasalahan iklim dan transisi energi tentunya merupakan sesuatu yang sangat-sangat kritis dan dapat berdampak dari sudut pandang perekonomian. “Jika kita tidak memiliki energi transisi, kondisi perekonomian kita pasti akan terganggu.” ujarnya pada konferensi IDX Channel ESG 2024 di Jakarta, Kamis, seperti dikutip.

Saat ini negara-negara maju seperti Eropa diyakini telah membentuk Mekanisme Penyesuaian Batas Karbon (CBAM). Artinya, jika daya saing produk Indonesia tidak didorong oleh transisi energi, barang-barang Indonesia akan menjadi lebih mahal atau tidak kompetitif.

Menurutnya, transformasi energi membawa potensi dan manfaat besar bagi sektor perekonomian. Misalnya, salah satu aspek konsep ESG (lingkungan, sosial, dan tata kelola) menyoroti kebutuhan mendesak bagi perusahaan untuk menerapkan berbagai program keberlanjutan.

“Terkadang kita menganggap ESG sebagai sebuah biaya, namun pada kenyataannya hal ini mungkin merupakan sebuah investasi di masa depan dan mungkin (jika sebuah perusahaan) tidak mengadopsi ESG, hal ini akan menjadi lebih mahal karena dampak ekonominya akan lebih mahal lagi jika kita tidak mengadopsinya. tidak mematuhi. “Agar lebih baik, kalau kita berangkat sekarang mungkin akan lebih efektif, mungkin lebih bermanfaat bagi kita,” kata Rachmat.

Ia menegaskan, negara seperti Indonesia harus mandiri dalam hal toleransi energi, karena ketergantungan energi yang didatangkan dari luar negeri sangat berbahaya. Meskipun saat ini Indonesia masih mengekspor energi fosil, batu bara, dan sumber energi tak terbarukan lainnya, Indonesia harus mempersiapkan transisi energi yang disesuaikan dengan perkembangan saat ini.

“Saat ini kami juga mengimpor 60 persen BBM (bahan bakar minyak) kami untuk keperluan transportasi. Jadi kekurangan listrik dalam negeri juga menjadi risiko. Belum lagi ke depan, meskipun kita akan menggunakan energi terbarukan, kita perlu menjaga rantai pasok di Indonesia. “Kalau tidak, kami tidak mau menggunakan panel surya, harus impor secara bertahap,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours