Kenya akui ada kematian dan penangkapan dalam protes anti-pemerintah

Estimated read time 2 min read

Nairobi dlbrw.com – Pemerintah Kenya untuk pertama kalinya secara resmi mengakui kematian, penangkapan, dan orang hilang terkait protes anti-pemerintah yang mengguncang negara itu dalam beberapa bulan terakhir.

Menteri Dalam Negeri Kiture Kindiki mengatakan kepada Komite Majelis Nasional pada Kamis (26/9) bahwa 42 orang tewas, 132 orang hilang, dan 1.208 lainnya ditangkap selama protes.

“Terdapat 42 kasus warga sipil yang terbunuh pada demonstrasi Gen-Z, sebanyak 1.208 orang ditangkap di seluruh negeri selama demonstrasi, dan sebagian besar kasus tersebut masih diproses di pengadilan dengan berbagai tuduhan,” kata Kindiki.

Protes meletus di Kenya pada bulan Juni dan Juli atas kenaikan pajak dalam RUU Keuangan tahun 2024 yang menewaskan sedikitnya 50 orang, kata Komisi Hak Asasi Manusia Kenya (KHRC) dan pejabat lainnya.

Pemerintahan Presiden Kenya William Ruto menghadapi pengawasan ketat atas penanganannya terhadap protes yang juga menyebabkan kerusakan properti yang parah.

Kindiki menekankan komitmen pemerintah untuk bertanggung jawab atas kekerasan tersebut, apapun afiliasinya.

“Presiden sendiri dan saya telah menegaskan bahwa pemerintah ini tidak menolak penculikan atau pembunuhan di luar proses hukum atau penghilangan paksa,” ujarnya.

Mengenai pembunuhan di luar proses hukum terhadap pengunjuk rasa, Kindiki dengan cepat membela pihak berwenang yang menembaki mereka, dengan mengatakan bahwa beberapa kasus dapat dibenarkan, sambil merujuk pada kasus di mana ribuan pengunjuk rasa menyerbu dan membakar sebagian gedung parlemen di Nairobi.

“Jika polisi tidak pernah menggunakan kekuatan mematikan ketika menyerang parlemen, kita tidak akan pernah mendapatkan Kenya seperti yang kita miliki saat ini,” tambahnya.

Protes di Kenya yang meletus pada bulan Juni dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat atas meningkatnya biaya hidup dan kebijakan pajak Ruto yang kontroversial.

Protes di kota-kota besar seperti Nairobi, Kisumu dan Mombasa adalah yang paling intens, dengan warga turun ke jalan menuntut reformasi ekonomi yang kemudian meningkat menjadi protes yang menyerukan pengunduran diri Ruto.

Pengakuan pemerintah ini muncul di tengah tekanan dari organisasi masyarakat sipil dan kelompok hak asasi manusia yang menyerukan transparansi mengenai jumlah korban dan orang yang hilang selama protes.

Sumber: Anatolia

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours