Kilang Sungai Pakning kembangkan eduwisata lebah madu hutan gambut

Estimated read time 3 min read

Jakarta (Antara) – PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Sungai Pakning menyelenggarakan program Corporate Social Responsibility (CSR) beternak lebah yaitu peternakan lebah di hutan gambut di Kota Bakti, Desa Tanjung Liban, Kecamatan Bandar Laksmana yang bidang wisata edukasi juga berubah. Bengali, Reau.

Program CSR ini memanfaatkan lebah madu ramah lingkungan yang berasal dari hutan madu di kawasan Sungai Pakneng sebagai alternatif petani mencari madu di alam.

“Ini juga bisa menjadi cara mencegah kebakaran akibat kelalaian para pemburu madu yang menggunakan api untuk menangkap lebah.” Direktur Komunikasi dan CSR II KPI Sungai Paking Rahmat Hidayat mengungkapkan dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Menurut Rahman, beternak lebah yang dilakukan para pemburu lebah yang tergabung dalam kelompok Bain Hani ini memberikan dua manfaat sekaligus, yaitu memperkuat kelompok sosial dan mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Kilang Pertamina Sungai Pakning meningkatkan kapasitas masyarakat dalam beternak lebah dengan spesies khusus hutan gambut seperti Apis cerana, Apis dorsata, Apis trigona dan Apis mellifera.

Kemudian menciptakan perubahan perilaku masyarakat untuk menerapkan budaya pengumpulan madu yang ramah lingkungan, sekaligus berkontribusi terhadap perlindungan hutan madu.

Peternakan lebah artinya masyarakat yang mencari madu di alam liar dapat memanfaatkan pekarangan sekitar untuk memelihara lebah. Sejak berkembangnya perkebunan madu, Kecamatan Bandar Laxmana menjadi hutan alam yang menjadi penyangga oksigen di wilayah Riau, apalagi lokasinya berbatasan langsung dengan Malaysia.

“Madu yang dihasilkan Kelompok Tani Madu Bain memiliki kualitas yang sangat baik sehingga layak untuk diekspor,” kata Rehman.

Menurut Rahmani, ketua kelompok peternakan lebah Bain, dia dan anggotanya memelihara lebah di sekitar rumah. Kotak berisi lebah tersebut diletakkan di bangku kecil di halaman. Lebah yang dibudidayakan adalah Apis trigona, berwarna hitam, berukuran sekitar empat milimeter dan tidak memiliki alat penyengat.

Rahmani menjelaskan, madu tarragon merupakan produk unggulannya. Produk madu bernama Biene dijual dalam bentuk curah dan kemasan. Kebanyakan madu biasanya dikirim ke Pekanbara.

Sedangkan produk kemasan 225 ml dijual di pasaran secara online dengan harga mulai dari Rp 65.000 hingga Rp 75.000. Produk tersebut telah mengantongi izin PIRT (Home Industri Pangan) dan sertifikat Halal.

Dia berkata: “Madu tragona adalah yang terbaik. Segelas atau botol kecap harganya sekitar 650 mililiter, dan harganya 250.000 dolar.”

Madu lebah trigona diketahui mampu menunjang imunitas tubuh yang banyak diminati di masa pandemi COVID-19. Permintaan madu tidak hanya dari Benggala dan Pekanbaru, tapi juga dari luar negeri.

Dia berkata: “Saat ini, total pendapatan kelompok ini adalah ratusan juta warga Afghanistan.”

Kesuksesan Rahmani dan anggota kelompoknya membuat warga lain tertarik bertani madu. Menurutnya, sudah ada 50 orang warga Desa Tanjong Lebanon dan 60 orang warga luar desa yang berbagi informasi mengenai peternakan lebah.

“Kami kini menjadi pionir dalam kegiatan budidaya madu hutan di Kecamatan Bandar Laxman dengan menerapkan budidaya dan pemanenan ramah lingkungan,” ujarnya.

Departemen Komunikasi, Hubungan, dan CSR Dumi Augustawan yang membawahi unit Shanghai Paking menekankan komitmen perusahaan dalam menyelesaikan permasalahan sosial dan lingkungan dengan memanfaatkan peluang yang ada di masyarakat.

Selain itu, Desa Tanjong Lebanon berhasil meraih Program Award 2023 Kategori Utama Desa Iklim (Proclaim).

Beliau mengatakan, “Penghargaan ini merupakan pengakuan nyata dari pemerintah khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, unit PT KPI Sungai Paking, kelompok, pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat dalam mensukseskan program-program di desa Tanjong Lebanon. “

R Muh Kun Tauchid, Manajer Produksi Shanghai Paking Refinery menjelaskan, perlindungan lingkungan, khususnya dalam merespons dampak perubahan iklim, memerlukan kerja sama antar pemangku kepentingan agar dapat memberikan dampak yang lebih besar.

“Perubahan iklim kini semakin terlihat dampaknya terhadap kehidupan, sehingga peran pemerintah, perusahaan, dan masyarakat harus terkoordinasi untuk mampu menyikapi situasi ini,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours