Kisah Laksamana Malahayati, Singa Betina Tanah Rencong Penjaga Selat Malaka

Estimated read time 2 min read

MALAHAYATI adalah pejuang wanita dan prajurit nasional Kesultanan Aceh yang dikenal sebagai pendiri Inong Balee, tentara pertama yang semuanya perempuan.

Lahir pada 1 Januari 1550, Malahayati menjadi salah satu pahlawan utama Tanah Rencong, selain Cut Nyak Dien dan Cut Nyak Meutia yang berjuang melawan penjajahan. Ia terlahir dengan nama Keumalahayati, dari keluarga kerajaan yang berdarah pelaut.

Sebagaimana tertulis dalam buku Malahayati: Sang Perempuan Keumala karya Endang Moerdopo, Malahayati merupakan laksamana perempuan pertama Kerajaan Aceh yang hidup pada abad ke-16.

Ayahnya, Laksamana Mahmud Syah, adalah Panglima Angkatan Laut Kesultanan. Setelah suaminya tewas dalam pertempuran, Malahayati bersumpah akan membalas dendam dan melanjutkan perjuangan suaminya.

Sultan Riayat Syah mengangkat laksamananya, menjadikannya wanita pertama di dunia yang memegang posisi tersebut. Malahayati mendirikan Inong Balee, pasukan elit militer yang terdiri dari 2.000 janda tentara yang tewas melawan Portugis.

Para prajurit ini dilatih kemampuan bertarung yang tangguh, berkat ilmu yang diperoleh Malahayati selama belajar di Mahad Baitul Maqdis di bawah bimbingan instruktur Turki. Prajurit Inong Balee beberapa kali ikut serta dalam pertempuran melawan Portugis dan Belanda.

Mereka beroperasi di perairan Selat Malaka, pantai timur Sumatera dan Malaya. Mereka juga membangun Benteng Inong Balee di perbukitan dekat pantai Teluk Lamreh, Krueng Raya sebagai markas latihan dan pertahanan.

Pada tanggal 21 Juni 1599, dua kapal Belanda, de Leeuw dan de Leeuwin, berusaha berlabuh di pelabuhan Aceh Besar. Karena reputasi buruk mereka, Sultan menolak menerimanya. Malahayati dan prajuritnya diperintahkan mengusir kapal.

Penolakan ini menimbulkan konflik kekerasan. Dalam pertarungan di atas kapal musuh pada 11 September 1599, Malahayati berhasil membunuh Cornelis de Houtman, sedangkan saudaranya Frederik ditangkap dan dipenjarakan.

Selain sebagai panglima perang, Malahayati dikenal sebagai diplomat sukses. Ia mampu menawarkan syarat kompensasi kepada Belanda untuk melepaskan tawanan perangnya. Malahayati juga menerima duta besar Ratu Elizabeth I, James Lancaster.

Duta Besar datang untuk membeli rempah-rempah Aceh. Negosiasi ini berhasil dan menjaga hubungan perdagangan yang damai. Malahayati meninggal pada tahun 1615 dan dimakamkan di dekat bentengnya di desa Lamreh, Krueng Raya.

Pada 9 November 2017, Presiden Joko Widodo mendeklarasikannya sebagai pahlawan nasional. Namanya tercatat sebagai kapal perang TNI-AL dan pelabuhan di Desa Lamreh, Krueng Raya, yang kini kembali berfungsi pasca bencana tsunami tahun 2004.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours