Kisah Raja Mataram Gemar Kumpulkan Selir Cantik, Berikut Alasannya

Estimated read time 2 min read

RAJA Mataram sering menjadikan wanita-wanita cantik sebagai selir. Mengambil selir yang kelak menjadi permaisuri adalah salah satu taktik yang digunakan untuk mempertahankan kekuasaan.

Selir yang seringkali berasal dari putri bangsawan bawahan merupakan tanda kesetiaan kepada raja yang berkuasa di Kesultanan Mataram. Para bangsawan memberikan putri mereka sebagai upeti juga sebagai tanda ketaatan kepada raja.

Selain kaum bangsawan, banyak sukarelawan biasa yang menyerahkan putri mereka sebagai selir. Berharap jika sang anak melahirkan keturunan bangsawan, maka keluarga biasa berharap status sosialnya juga terangkat.

Selir raja Mataram ini didatangkan dari daerah yang terkenal banyak wanita cantiknya. Ada 11 kabupaten di Jawa yang dikenal sebagai daerah penyuplai wanita menarik bagi kerajaan. Di antaranya Blitar, Malang, Banyuwangi, dan Lamongan di wilayah Jawa Timur.

Kemudian Pati, Jepara, Grobogan dan Wonogiri di Jawa Tengah serta Indramayu, Karawang dan Kuningan di Jawa Barat.

Mencoba mengambil selir atau kemudian menjadi permaisuri merupakan salah satu strategi kekuasaan raja Mataram. Dikenal juga dengan pernikahan politik. Perpaduan motif politik dan seksual, dikutip dari Bukan Tabu Nusantara (2018).

Namun yang mengkhawatirkan adalah posisi perempuan yang ingin menjadi calon selir malah menjadi semacam komoditas. Karena tidak semua wanita yang dibawa ke istana cukup beruntung untuk menawarkan raja sebagai selir.

Mereka yang gagal menetap di daerah terpencil yang menjadi titik awal praktek gundik dan prostitusi. Perubahan nilai ini terjadi setelah Perang Jawa (1825-1830).

Ketika zaman penjajahan Belanda mulai membuka proyek perkebunan, membangun jalan, mendirikan pabrik gula dan menggiatkan pelabuhan.

Banyak pekerja, kebanyakan laki-laki, merasa kesepian dan membutuhkan pelukan dari seorang perempuan. Pada masa penjajahan Belanda, 11 kabupaten di Pulau Jawa yang dahulu dikenal sebagai pemasok selir raja menjadi pemasok praktik prostitusi.

“Daerah-daerah inilah yang kini justru ‘mengantarkan’ perempuan ke prostitusi di kota-kota besar,” demikian dikutip dalam buku Bukan Tabu Nusantara.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours