Kisah Ratu Jay Shima: Dari Putri Pendeta Menjadi Raja Perempuan Pertama di Jawa

Estimated read time 2 min read

Ratu Jay Shima, nama yang kini dikenal sebagai sosok perempuan pertama yang menduduki takhta sebagai raja di Pulau Jawa, menceritakan kisah menarik tentang asal usul dan perjalanannya menuju kekuasaan. Lahir di Sumatera, ia membawa warisan dan kekuatan tanah airnya ke puncak kepemimpinan Kerajaan Kalingga.

Jay Shima yang juga dikenal sebagai Sri Maharani Mahisasuramardini Satyaputikesvara setelah penobatannya diyakini lahir di sekitar Sungai Musi di Kabupaten Banyuasin pada tahun 611 Masehi. Konon dia adalah putri seorang pendeta yang tinggal di Melayu. Kerajaan. Meskipun ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa ia bisa jadi adalah putri Hyang Sailendra atau cucu Santu dari Kerajaan Sriwijaya, namun sebagian besar sejarah menyebut Jay Shima sebagai putri seorang pendeta.

Jay Shima menikah dengan Kartikeyasinga, putra Sribuja, Raja Melayu. Pernikahan ini menyatukan dua kekuatan besar, Mala dan Kalinga. Kartikeyasingha kemudian menjadi raja di Kalinga dan bersama-sama mereka memerintah sebagai orang bijak. Namun pada tahun 674 M, setelah kematian Kartikeyasingha, Jai Shima menghadapi tantangan baru dalam hidupnya.

Pada usia 63 tahun, Jay Shima naik takhta menggantikan suaminya. Penobatan ini terjadi karena kedua anaknya masih terlalu kecil untuk mengambil alih. Dengan demikian Jay Shima dinobatkan sebagai Raja Sri Maharani Mahisasuramardini Satyaputikeswara. Ia memimpin dengan kebijaksanaan dan tekad, serta menjadi simbol kekuatan perempuan dalam menghadapi kepemimpinan yang saat itu didominasi laki-laki.

Pada masa pemerintahannya, Jay Shima diketahui menjalin hubungan dengan Kerajaan Galun, namun menolak tawaran hubungan bilateral dengan Sriwijaya. Keputusan ini didasari oleh kesetiaannya kepada mertuanya Sribuja yang wilayahnya telah ia serang dari Sriwijaya. Sikap tersebut menunjukkan prinsip tegas Jay Shima dalam menjaga kehormatan dan warisan keluarganya.

Kisah Ratu Jay Shima merupakan cerminan kekuatan, kebijaksanaan dan kesetiaan seorang wanita yang mengatasi tantangan dan memimpin dengan hati yang tabah. Tak hanya menjadi simbol kepemimpinan perempuan pertama di Pulau Jawa, ia juga meninggalkan jejak mendalam pada prinsip dan pentingnya kehormatan dalam kepemimpinan sebuah kerajaan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours