JAKARTA – Ravidho Ramadhan menyelesaikan program PhD sebagai lulusan termuda dan tercepat UGM pada Juli 2024. Ia kuliah di Departemen Fisika UGM.
Ravido lulus dan mendapatkan gelar PhD pada usia 26 tahun. Tak hanya itu, pria asal Teluk Balengkong, Indragiri Hilir, Riau ini meraih IPK 4,00 dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM.
Baca Juga: Prista Lulusan Termuda UGM, Masuk SD Usia 4 Tahun
Motivasi terbesar Ravido datang dari keluarga, terutama ibunya yang selalu menekankan pentingnya pendidikan. Secara akademis pembimbingnya adalah Dr. Marzouki mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan akademisnya.
Sebagai seorang anak dan suami pertamanya, dia bertekad untuk menjadi teladan bagi orang yang dicintainya. “Satu hal yang saya yakini, pendidikan merupakan salah satu cara yang paling logis untuk meningkatkan kualitas hidup kita dan keluarga di masa depan,” ujarnya, dikutip dari laman UGM, Jumat (9/8/2024).
Anak-anak imigran
Ravido tinggal di desa kecil Tongal Rahio Jaya, Rio, sebuah desa migran dengan sedikit akses listrik. Ia mulai belajar di sekolah dasar dekat tempat tinggalnya pada usia 5 tahun.
Kemudian ia melanjutkan ke SMP yang jaraknya masih dekat dengan rumahnya, namun saat memasuki SMA, Ravido harus mencari sekolah di kawasan kota.
Baca juga: Kisah Chyta, Lulusan PhD Termuda Program Studi Manajemen Pendidikan UNJ
Mariao melanjutkan pendidikan tingginya di kota Padang khususnya di Universitas Andalus dengan mengambil jurusan fisika. Menariknya, ia menyelesaikan gelar sarjana dan magisternya hanya dalam waktu lima tahun.
“Saya menyelesaikan program sarjana dan magister di Jurusan Fisika Universitas Andalus melalui program fast track sehingga saya dapat menyelesaikan studi sarjana dan magister dalam waktu 5 tahun,” ujarnya.
Baca juga: Inilah Maya Nabila, PhD Termuda ITB dari Departemen Matematika
Ravidho memilih fokus pada analisis variabilitas struktur vertikal perairan di Sumatera dengan menggunakan data observasi permukaan dan satelit selama S2.
Ketertarikan Rabido pada program PhD fisika di UGM bermula dari tawaran fleksibel program By Research yang memungkinkannya terus bekerja sebagai asisten peneliti di Unand.
Baca juga: Lulusan ITS Termuda 20 Tahun, Ini Profil Salsabila Auulia Fitri
Ia menemukan wirausahawan yang mendukung penelitian di bidang fisika atmosfer. Ravido menilai, minat terhadap bidang fisika di Indonesia semakin menurun karena rendahnya tingkat absensi di dunia kerja.
“Tantangan ini membuat para fisikawan semakin kreatif dalam memanfaatkan fisika untuk kepentingan masyarakat,” jelasnya.
Tantangan terbesar
Salah satu tantangan terbesar dalam studi adalah mengatur waktu antara studi doktoral dan bekerja sebagai asisten peneliti. Oleh karena itu, Ravidho menekankan pentingnya berkomunikasi dengan pengusaha dan berbagi prioritas untuk menjalankan tugas secara efektif.
Baca Juga: Kisah Bilal Devi Anogra, Raih Gelar ITB di Usia 20 Tahun
Agar tetap termotivasi, ia suka membaca buku pengembangan diri dan berdebat untuk berbagi ide. Salah satu prestasi yang membanggakan adalah artikel pertamanya yang berhasil dimuat di jurnal terindeks Scopus Q1.
“Penelitian tugas akhir saya bertema validasi dan penggunaan data satelit Global Precipitation Measurement (GPM) untuk mempelajari curah hujan dan bencana hidrometeorologi di Indonesia,” ujarnya.
Setelah menyelesaikan studi doktoralnya, ia akan menjalani program pasca doktoral di Kyoto University melalui program Japan Society for the Promotion of Science (JSPS) bersama Prof. Hiroyuki Hashiguchi sebagai peneliti tamu.
+ There are no comments
Add yours