Kisah Sultan Agung dan Strategi Mataram Taklukkan Surabaya yang Gigih

Estimated read time 2 min read

Pada masa kejayaan Kesultanan Mataram, Sultan Agung mempunyai ambisi besar untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Salah satu sasaran utamanya adalah Surabaya, kota yang terkenal dengan bentengnya yang kuat dan sulit ditaklukkan. Upaya Sultan Agung menaklukkan Surabaya tidaklah mudah, mengingat kota ini pernah beberapa kali mengalami serangan pada masa pemerintahan pendahulunya, Senapati Ngalaga dan Susuhunan Adiprabu Hanyakrawat.

Sultan Agung Tumenggung mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Surantan dan Tumenggung Alap-Alap untuk menaklukkan Surabaya. Namun Tumenggung Surantani berhasil dibunuh oleh Panji Pulangjiwa, menantu Bupati Malang Rangga Tohjiwa, dalam pertarungan sengit. Namun Tumenggung Alap-Alap berhasil membunuh Panji Pulangjiwa dengan jebakan cerdik pada tahun 1614 Masehi.

Pada tahun 1615 M, Sultan Agung berhasil merebut Wirasaba (Mojoagung, Jombang), disusul keberhasilan di Lasem dan Pasuruhan pada tahun 1616 M. Tahun berikutnya, Sultan Agung mampu menumpas pemberontakan di Pajang. Namun Adipati Pajang dan panglimanya Ki Tambakbaya berhasil melarikan diri ke Surabaya.

Pada tahun 1620 M, pasukan Mataram secara bertahap mulai mengepung Surabaya. Mereka membangun bendungan di Kali Mas untuk memutus pasokan air kota. Namun Surabaya bertahan meski dalam kondisi sulit.

Menyadari kegigihan pertahanan Surabaya, Sultan Agung mengubah strategi dan mengutus Tumenggung Bahureksa untuk menaklukkan Kalimantan Barat Daya sebagai Sukadana. Selain itu Ki Juru Kiting diutus untuk menaklukkan Madura pada tahun 1624 Masehi. Pulau Madura yang terdiri dari banyak kadipaten akhirnya bersatu di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.

Dengan berhasilnya merebut Sukadana dan Madura, posisi Surabaya semakin lemah karena pasokan pangan mereka terputus. Karena terjadi bencana kelaparan yang hebat, Surabaya akhirnya menyerah kepada Mataram di bawah pimpinan Pangeran Jayalengkara. Episode ini disutradarai oleh Tumenggung Mangun Oneng.

Setelah Surabaya jatuh ke tangan Mataram, Sultan Agung memperkuat aliansi dengan menikahkan putrinya Pandansari dengan Pangeran Pekiku, putra Adipati Surabaya. Namun pada tahun berikutnya, Kesultanan Mataram dilanda wabah penyakit mematikan yang menewaskan dua pertiga penduduknya antara tahun 1625 dan 1627.

Kisah ini menggambarkan betapa rumit dan berdarahnya perjuangan Sultan Agung untuk memperluas kekuasaannya di Mataram. Penuh dengan strategi cerdik, pengepungan yang panjang, dan dampak wabah penyakit, upaya tersebut membuktikan kegigihan dan kegigihan Sultan Agung dan pasukannya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours