Kisah Sultan Agung Selaraskan Penanggalan Kalender Jawa dan Islam di Mataram

Estimated read time 3 min read

Sultan Agung memimpin kerajaan Islam Mataram menuju puncak kejayaan. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram berkembang menjadi sebuah kerajaan besar di Pulau Jawa. Bahkan, wilayah Mataram mulai meluas di wilayah Jawa bagian timur.

Penerus Pangeran Hanyakravati adalah potret Sultan Agung sendiri. Beliau merupakan raja ketiga Kesultanan Mataram, nama lengkapnya Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrokusumo.

Citra Sultan Agung mengantarkan kerajaan Mataram menjadi kerajaan terbesar di Pulau Jawa. Sultan Agung bertahta sebagai raja ketiga setelah Panembahan Senopati dan Pangeran Hanyakrovati.

Ia menjadi raja ketiga dengan nama lengkapnya, Mataram.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung konon digunakan penanggalan Islam Jawa. Kalender Jawa dibuat dengan menggabungkan kalender Hijriah Islam yang digunakan oleh masyarakat pedalaman dan kalender Saka yang digunakan oleh masyarakat utara.

Hasilnya adalah terciptanya penanggalan Islam Jawa yang mempersatukan masyarakat Mataram. Padahal, mataram saat itu berada di pesisir pantai dan pedalaman yang masih kental dengan budaya Hindu-Buddha.

Di tangan Sultan Agung, negara Mataram menjadi negara yang sangat anti kolonial. Sebagaimana tertuang dalam buku “Tuah Bumi Mataram: Panembahan Senopati ia Amangkurat II” yang ditulis oleh Perry Mardiono.

Karena tekadnya menentang kekuasaan kolonial, Sultan Agung menyerang VOC di Batavia, raja muda yang naik takhta pada usia 20 tahun ini sangat berani melawan kolonialisme.

Walaupun markas besar VOC berada di Ambon pada tahun 1614, VOC mengirimkan wakilnya kepada Sultan Agung untuk mengajak mereka bekerja sama namun Sultan Agung menolak permintaan perundingan tersebut.

Sayangnya, empat tahun kemudian pada tahun 1618 M, Mataram menderita kekalahan dari Bali akibat perang panjang melawan Surabaya. Meski sangat sulit dan dihadapkan pada krisis pangan, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.

Namun lambat laun karena melihat rakyatnya menghadapi permasalahan pangan, Sultan Agung akhirnya berpikir untuk menggunakan VOC dalam kampanye melawan Surabaya dan Banten.

Maka pada tahun 1621, Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Namun syarat yang diminta Sultan Agung untuk menyerang Surabaya ditolak.

Sultan Agung tidak putus asa, ia berusaha menghadapi penjajah yang mulai semakin kuat. Sultan Agung mencoba bermain bersama untuk menghancurkan VOC Belanda dengan menjalin hubungan dengan Portugal.

Melalui tekad dan tekad Sultan Agung, dilakukan upaya perluasan kekuasaan Mataram hingga ke Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Di Kalimantan, Sultan Agung berhasil mengalahkan Sukadana di wilayah Kalimantan pada tahun 1622.

Setelah itu, sebagian besar wilayah Sumatera, Palembang dan sekitarnya dikuasai Mataram pada tahun 1636. Sultan Agung pun menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negara terkuat di Sulawesi saat itu.

Sultan Agung berhasil membangun kejayaan dan kehormatan Mataram tidak hanya melalui peperangan, pemekaran, dan pertumpahan darah, namun juga melalui pengenalan budaya dan sistem pertanian yang hebat.

Inilah visi dan arah khusus Pemerintahan Mataram sebagai pemerintahan yang tidak terikat.

Kebijakan ini akhirnya mengurangi lahan pertanian masyarakat Mataram. Pasalnya pelabuhan dan kawasan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban memang sempat ditutup. Akibatnya, mata pencaharian masyarakat bergantung pada sektor pertanian.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours