Sorong, Papua Barat Daya (ANTARA) – Kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (FOLU) merupakan penghasil gas rumah kaca (GRK) terbesar, kata Haruni Krisnawati, pakar energi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MEF). yaitu 60 persen. Berdasarkan hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melaksanakan program FOLU Net Sink 2030 Indonesia melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 Tahun 2022. Tingkat emisi gas rumah kaca FOLU Net Sink 2030 Indonesia pada tahun 2030 sebesar 140 juta ton CO2e, katanya. Menurutnya, program ini telah banyak direvisi di seluruh provinsi untuk mempercepat penurunan emisi gas rumah kaca di tingkat nasional.
“Sejauh ini dokumen rencana nasional FOLU Net Sink 2030 untuk Indonesia ke-28 telah dibuat, enam provinsi masih dalam penyusunan, dan kita berharap tujuan penurunan emisi gas rumah kaca di Papua Barat Daya dapat dipercepat dengan cepat,” ujarnya.
Menurutnya, sosialisasi program Indonesia FOLU Net Sink 2030 di Provinsi Papua Barat Daya merupakan upaya menjalin kerja sama di tingkat daerah serta menyusun tujuan dan langkah yang jelas untuk mengurangi gas rumah kaca di tingkat pemerintah.
Terdapat lima sasaran sebagai penghasil emisi gas rumah kaca, yakni sektor energi, limbah, proses industri dan penggunaan produksi (IPPU), pertanian, dan FOLU.
“Sektor FOLU merupakan sektor yang paling penting karena mampu menyerap 60 persen emisi gas rumah kaca,” ujarnya.
Sosialisasi ini juga diharapkan menghasilkan beberapa strategi dan rencana penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan peluang dan potensi yang ada di provinsi barat daya Papua.
Langkah konkrit lainnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menetapkan FOLU Net Sink 2030 untuk tenaga kerja Indonesia yang terbagi dalam lima bidang, antara lain pengelolaan hutan lestari, peningkatan stok karbon, dan konservasi.
“Rencana dan rencana bisnis Indonesia dalam penerapan Folu Net Sink 2030 akan didasarkan pada lima arah tersebut,” ujarnya.
Tahun 2024 merupakan tahun ketiga sejak FOLU Net Sink 2030 Indonesia diberlakukan.
“Program ini menggunakan empat strategi utama: pencegahan deforestasi, konservasi dan pengelolaan hutan berkelanjutan, perlindungan dan restorasi lahan gambut, serta peningkatan emisi karbon melalui 12 strategi.” Dalam rencana penanggulangan perubahan iklim, Provinsi Papua Barat Daya memiliki kawasan hutan 3.431.549 hektar, kawasan lindung 30,56 persen, hutan lindung 22,31 persen, hutan 17,22 persen, HPK 21,30 persen, HPT 8,61 persen, APL 435.516 hektar.
+ There are no comments
Add yours