Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Gugat RPP Konsesi Penyandang Disabilitas

Estimated read time 5 min read

JAKARTA – Koalisi Organisasi Disabilitas untuk Perlindungan Sosial Inklusif menggelar konferensi pers di gedung YLBHI Menteng, Jakarta. Koalisi 46 organisasi disabilitas dan penyakit langka se-Indonesia mengajukan permohonan surat terbuka kepada Menteri Keuangan Sri Muljani mengenai rancangan Peraturan Pemerintah tentang Tunjangan dan Insentif Disabilitas (RPP).

Nena Hutahaean, selaku koordinator, mengatakan pada konferensi pers bahwa tujuan pembentukan koalisi ini adalah sebagai langkah untuk mempertahankan kebijakan perlindungan sosial yang ada.

“Apapun derajat disabilitas dan status sosial ekonominya, untuk menjamin terpenuhinya hak-hak penyandang disabilitas, sehingga nantinya seluruh penyandang disabilitas dapat hidup mandiri di masyarakat,” kata Nena, Kamis (13/6/2024).

Anthony Tsaputra, salah satu tim yang menyusun RPP Tunjangan dan Karya Akademik versi koalisi, menekankan bahwa pendekatan perlindungan sosial yang ada saat ini masih belum memadai karena didasarkan pada pendapatan rumah tangga dan kemiskinan.

Menurutnya, pendekatan tersebut tidak mencerminkan kondisi kehidupan masyarakat, khususnya penyandang disabilitas di Indonesia. Meski keluarga atau pendampingnya tidak termasuk dalam kategori miskin yang ditetapkan pemerintah, namun masih banyak penyandang disabilitas yang kehidupannya jauh dari sejahtera.

“Karena penyandang disabilitas mempunyai biaya disabilitas tambahan atau biaya disabilitas lebih tinggi,” kata Anthony.

Mahmoud Fasa, perwakilan koalisi yang juga penyandang disabilitas, menambahkan bahwa contoh nyata yang terjadi di masyarakat adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh penyandang disabilitas fisik, serta kerabatnya yang buta, tuli, intelektual, atau spiritual. tutup setiap hari. teman-teman

“Mereka yang terpaksa menggunakan kendaraan online karena kondisi transportasi di Indonesia tidak cocok untuk penyandang disabilitas, sehingga biaya yang dikeluarkan sangat besar dibandingkan dengan masyarakat non-disabilitas,” ujarnya.

Selain itu, menurut Devi Tjakra, Ketua Yayasan Peduli Down Syndrome Indonesia (YAPESDI), biaya akan bertambah jika penyandang disabilitas harus didampingi oleh pendamping/orang tua.

“Biaya perjalanan menjadi dua kali lipat karena teman-teman down syndrome harus memiliki pendamping yang menemani setiap saat, dan banyak dari teman-teman tersebut yang tidak memiliki kesempatan bekerja untuk menjalani kehidupan yang layak dan mandiri,” ujarnya. dia menjelaskan.

Hal senada disampaikan Dew Tjakra, Jeni Ross, lembaga kementerian seringkali mengabaikan banyaknya penyandang disabilitas yang tidak memiliki ijazah sekolah karena pendidikan bagi penyandang disabilitas masih belum ada.

“Banyak penyandang disabilitas bergantung pada keluarga atau teman untuk mendapatkan dukungan dan tidak memiliki pekerjaan yang memadai atau menganggur. Akibatnya, banyak penyandang disabilitas yang ditelantarkan oleh keluarga atau diusir dari rumahnya.”

Karena beban biayanya sangat tinggi, tetapi mereka tidak mempunyai akses terhadap perlindungan sosial. Karena keadaan keluarganya tidak termasuk dalam kategori miskin. Dan hal lain yang sering terabaikan adalah peluang perlindungan sosial yang sangat terbatas. peluang bagi penyandang disabilitas, akibatnya sebagian besar penyandang disabilitas bekerja di sektor informal, yang pendapatannya masih belum mencukupi untuk memenuhi seluruh kebutuhan mereka.”

Tentu saja, menurut Jenny, jika ada orang tua dan anak penyandang disabilitas dalam keluarga, keadaan ini akan semakin parah.

“Koalisi telah bekerja keras untuk memastikan perlindungan sosial yang inklusif bagi seluruh penyandang disabilitas, mulai tahun 2022, koalisi mengembangkan dan menerbitkan ringkasan kebijakan perlindungan sosial sebagai langkah awal dalam memetakan kebutuhan perlindungan sosial bagi penyandang disabilitas. “Memenuhi kebutuhan perlindungan sosial saat ini, maka naskah akademis dan rancangan RPP yang diistimewakan terus kami publikasikan untuk mendorong segera persiapan CHP yang diistimewakan pada tahun 2023,” jelasnya.

Saat ini, menjelang akhir masa kepemimpinan Sri Muljani, koalisi secara aktif mendukung dan mendorong partisipasi bermakna penyandang disabilitas dalam seluruh tahapan penyusunan RPP konsesi yang harus segera disahkan melalui Perpres 2024. pada 3 program persiapan. Peraturan pemerintah saat ini sedang dalam tahap intersessional.

“Perlu dipahami juga bahwa kebutuhan setiap penyandang disabilitas berbeda-beda, sehingga ada peluang ketentuan ini tidak dapat dilaksanakan tanpa partisipasi penyandang disabilitas.”

Koalisi menilai pasal-pasal yang disusun PFLP masih belum mencerminkan kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Badan Kebijakan Fiskal (FIPA) tidak secara jelas menyebutkan pihak mana selain pemerintah yang harus memberikan kelonggaran kepada penyandang disabilitas.

Di bawah ini adalah daftar organisasi yang tergabung dalam Koalisi Organisasi Disabilitas untuk Perlindungan Sosial Inklusif, yaitu Advokasi Inklusi Disabilitas, Forum Disabilitas ASEAN, Komunitas Tunarungu Bali, Pusat Kehidupan Mandiri Bandung, Pusat Peningkatan Kegiatan Keterampilan Penyandang Disabilitas Disabilitas, Anak dan Penyandang Disabilitas. Disabilitas Pemuda untuk Perubahan, Komunitas Disabilitas Gow, Penyandang Disabilitas Sangihe.

Tad Disability Motorcycle Indonesia, Forum Kasih Disabilitas Nian Sikka (Forsadika), Forum Mahasiswa Peduli Inklusi, Forum Pengawas Masyarakat Inklusi Disabilitas Indonesia, Gerakan Advokasi Transformasi Disabilitas untuk Inklusi, Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia, Ikatan Perempuan Disabilitas Indonesia, Komite Disabilitas Timor Tengah Selatan , komunitas keluarga albino indonesia.

Juga Komunitas Tunarungu Indonesia, Komunitas Tunarungu Kupang, Komunitas Tunarungu Lancang Kuning Riau, Komunitas Tunarungu Sorong, Lingkaran Sosial Indonesia, Nema Folok, Organisasi Harapan Nusantara, Persatuan Disabilitas Sehati Kabupaten Sukoharjo, Pemberdayaan Tunanetra, Gerakan Perhimpu untuk Penyandang Disabilitas Indonesia Jiwa Sehat , menonaktifkan persatuan orang tua dengan anak.

Komunitas lainnya antara lain Perhimpunan Penyandang Disabilitas Indonesia, Persatuan Penyandang Cacat Fisik Indonesia, Persatuan Kristen Penyandang Disabilitas Nusa Tenggara Timur, Persatuan Tunanetra Indonesia, Persatuan Kristen Tunanetra Indonesia, Pusat Pemilihan Umum Tunanetra. Disabilitas, Puspadi Bali, Pusat Advokasi Perempuan, Disabilitas dan Anak, Sasana liputan dan gerakan advokasi disabilitas, Forum Keluarga Cerebral Palsy.

Kemudian Komunitas Warsamundung Magelang, Komunitas Tuna Rungu Kalimantan Barat, Yayasan Hidup Mandiri Sejahtera, Yayasan Peduli Down Syndrome Indonesia, Yayasan Kesehatan Jasmani dan Jiwa, Yayasan Transfigurasi Tabor dan Yayasan Mulia Yogasmara.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours