Kontroversi Kunjungan Generasi Muda Nahlatul Ulama ke Israel

Estimated read time 4 min read

Ridwan

Direktur Pusat Politik Muslim dan Masyarakat Dunia

Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)

Beberapa HARI lalu kami dikritik oleh lima generasi Nahdlatul Ulama (NU) yang berkunjung ke Israel, termasuk melakukan wawancara dengan Presiden Israel, Isaac Hersog. Savic Ali misalnya, mengatakan kunjungan warga dan aktivis NU akan memperburuk citra di mata masyarakat, dimana posisi PB NU dan Nahdlyin sangat jelas berpihak pada Palestina dan mengutuk kekerasan tentara Israel.

Senada, Gus Ulil mengatakan “Saya mengutuk keras kepergian lima anak NU ke Israel”. Bahkan, Gus Nadir sangat kritis terhadap kunjungan tersebut. Menurutnya, “program kunjungan seperti ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan menimbulkan kontroversi. Saran saya, pihak-pihak yang merasa disamakan dengan tokoh/aktivis/pendeta sebaiknya menolak ajakan seperti itu sampai konflik berakhir. Yang diuntungkan hanyalah Israel. dengan kunjungan dari SEKARANG. Kerusakannya besar.” Ringkasnya, pernyataan pengurus PB NU dan peneliti NU jelas mengecam kunjungan tersebut.

Faktanya, mengunjungi Israel seringkali menimbulkan kontroversi. Sebelum kasus ini, kunjungan Gus Yahya ke Israel pada 2018 sebelum menjadi Ketua PB NU juga menuai kontroversi. Video kunjungan tersebut diunggah oleh American Jewish Committee (AJC) dan banyak dikecam warga Indonesia. Alasan Gus Yahya saat itu adalah menyerukan perdamaian.

Gus Dur-lah yang menggagas wacana hubungan diplomatik dengan Israel yang juga kontroversial. Bahkan, Gus Dur sempat berkunjung ke Israel pada tahun 1994 untuk menyaksikan perjanjian baru antara Israel dan Yordania pada Oktober 1994.

Peserta kunjungan ke Israel baru-baru ini tampak mewakili aktivis dan aktivis kerukunan antaragama. Dari gambar tersebut, setidaknya ada enam yang saya ketahui. Ada pula yang merupakan sahabat yang memperjuangkan kerukunan dan keharmonisan dalam negeri.

Menurut saya, mereka adalah orang-orang baik yang sering berbicara tentang kerukunan dan perdamaian. Kunjungan mereka ke Israel mungkin merupakan bagian dari pertukaran budaya dengan negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan Tiongkok.

Data yang saya temukan menunjukkan bahwa ini adalah proyek pertukaran budaya yang disponsori oleh sebuah lembaga yang bertujuan untuk mengirimkan siswa dan anak sekolah ke Israel. Selain kelebihan, ada juga kekurangan dari beberapa negara yang menjadi tuan rumah wisata budaya tersebut.

Misalnya, pemerintah Tiongkok mengunjungi atau memberikan dana hibah pendidikan kepada beberapa kelompok di negara tersebut. Termasuk mengurangi informasi dari media Barat yang menyampaikan kebijakan pemerintah yang keras dan melanggar hak asasi warga Uighur di Xinjiang.

Memang kita tidak bisa berharap banyak dari kehadiran mereka. Kunjungan tersebut bukanlah dialog keagamaan yang bercampur dengan politik atau konflik revolusioner, yang dikritik oleh beberapa pihak. Dialog politik keagamaan bertujuan untuk menghasilkan keselarasan atau keharmonisan sosial serta meningkatkan legitimasi aktor dan proses politik untuk mencapai tujuan hidup damai.

Di sisi lain, dialog yang membangun perdamaian adalah dialog antaragama yang bergantung pada bentuk-bentuk dialog sebelumnya (teologi dan politik), namun bergantung pada penyelesaian konflik dan perubahan. Dialog agama untuk penciptaan perdamaian memiliki empat tujuan: mengubah sikap dan pendapat orang lain; membangun rasa saling menghormati dan pengertian; meningkatkan partisipasi dalam kegiatan pembangunan perdamaian; dan menetapkan kerangka kerja bersama untuk tindakan yang mengatasi akar penyebab konflik.

Kawan-kawan generasi baru ini tidak melakukan pekerjaan ini. Kunjungan mereka, menurut penulis, hanyalah kunjungan budaya yang pada akhirnya menguntungkan Israel. Selain mengunjungi kelompok non-negara, kunjungan mereka akan bermanfaat bagi Israel dalam hubungan politik internasional.

Kehadiran mereka akan dijadikan pembenaran dan legitimasi untuk melindungi Israel dari banyak kelompok yang melakukan pembantaian sistematis terhadap warga Gaza dan Rafah. Kita tahu bahwa Israel sedang menghancurkan Palestina.

Dunia menyaksikan pada 7 Oktober 2023, HAMAS menyerang wilayah selatan Israel, di perbatasan Jalur Gaza. Tentu saja, serangan yang dianggap sebagai serangan teroris ini telah memperburuk situasi dan meningkatkan konflik berkepanjangan antara kedua belah pihak. Sebagai balasannya, Israel membalas serangan secara besar-besaran di Jalur Gaza, sehingga menyebabkan korban di pihak Palestina semakin parah, dengan korban di kedua belah pihak mencapai ribuan.

Hingga saat ini, konflik kekerasan tersebut masih terus berlanjut. Jeda kemanusiaan setelah dua bulan terwujud dan tampaknya perang akan berlanjut lagi dengan dalih Israel mempertahankan diri. Tidak ada tanda-tanda perdamaian dalam waktu dekat. Di tengah kecaman internasional, termasuk dari umat Islam Indonesia, wajar jika kepergian lima generasi muda dianggap sebagai pengkhianatan dan dukungan terhadap Israel.

Selain warga dan pengurus NU yang berangkat, mereka juga didampingi aktivis kerukunan agama lain, seperti Kristen dan Yahudi. Namun tampaknya yang mendapat reaksi keras hanyalah generasi muda di NU. PBNU sendiri bereaksi keras bahkan mengancam akan memberikan sanksi federal.

Sebagai kesimpulan, penulis mengatakan bahwa walaupun ada manfaatnya bagi para aktivis, kunjungan mereka dilakukan pada tempat dan waktu yang salah. Terlebih lagi, kunjungan-kunjungan ini lebih banyak merugikan daripada membawa manfaat.

Terakhir, kunjungan ini bisa diartikan bias. Namun kritik dan penilaian berlebihan tidak boleh dilakukan karena dapat menghancurkan semangat mereka sebagai generasi baru aktivis perdamaian dan harmoni.

Catatan: Pendapat ini bersifat pribadi dan tidak mewakili pandangan resmi lembaga mana pun yang berafiliasi dengan penulis.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours