KPAI: Tingkatkan Kepedulian Masyarakat demi Cegah Kekerasan Anak

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (DVD) yang menyebabkan tewasnya 4 anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu menjadi tamparan telak bagi semua pihak. Tragedi ini mengingatkan kita bahwa aktivitas dan kepedulian masyarakat sekitar sangatlah penting dalam mencegah kekerasan dalam rumah tangga, khususnya terhadap anak.

Kaviyan, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), menegaskan masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam menghilangkan masalah kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak. Setidaknya masyarakat sekitar yang mengetahui bisa melaporkannya ke aparat penegak hukum terdekat.

“Peristiwa yang bermula dari kekerasan dalam rumah tangga di Jagakarsa dan mengakibatkan meninggalnya 4 orang anak ini merupakan tragedi yang tidak boleh terulang kembali,” kata Kaviyan dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema “Melindungi Anak di Ruang Digital”. dalam percakapan. , Rabu (19 Juni 2024).

Keterlibatan lingkungan sangat penting dalam mencegah situasi kekerasan. Menurut Kaviyan, masih banyak kasus KDRT yang belum diketahui masyarakat setempat.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar lingkungan perumahan menciptakan rasa persatuan sehingga anak lebih peka dan peduli terhadap kemungkinan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, misalnya dengan mengadakan pertemuan dengan tetangga atau melakukan kerja bakti, tegasnya.

Pencegahan melalui pelibatan masyarakat lokal penting dilakukan, karena dalam dua tahun terakhir, menurut data KPAI, kasus kekerasan terhadap anak menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Selain itu, dalam sebagian besar kasus kekerasan terhadap anak, pelakunya adalah orang-orang terdekatnya.

Pada tahun 2022, tercatat 4.683 kasus kekerasan terhadap anak. 2133 banyak terjadi kasus kekerasan seksual. Sementara itu, sebanyak 190 kasus masuk dalam kategori perlindungan hak anak.

“Pada tahun 2023, terdapat 3.877 kasus kekerasan terhadap anak, termasuk 1.866 kasus kekerasan seksual. “Dalam kasus kekerasan terhadap anak, sebanyak 262 tindak pidana dilakukan oleh orang tua, dalam hal ini ayah, dan 153 tindak pidana dilakukan oleh ibu kandung.

Kekerasan terhadap anak tidak hanya terjadi secara langsung, namun juga dalam ranah digital. Menurutnya, perlu memaksimalkan peran keluarga sebagai orang terdekat dalam mencegah kemungkinan bahaya dunia digital.

“Anak-anak saat ini sangat mudah tenggelam dalam dunia digital yang menghadirkan banyak kerentanan,” ujarnya.

Kayiwan mencontohkan kasus seorang ibu kandung yang melakukan pelecehan seksual terhadap putranya di Tangsel (Tangsel). KPAI tidak hanya menunjukkan pentingnya perlindungan anak di ruang digital, namun juga menerapkan pemrosesan yang tepat.

KPAI menjenguk korban dan memberikan layanan rehabilitatif sesuai SOP Kementerian Hak Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) untuk mencegah trauma dan perilaku menyimpang korban, ujarnya.

Tantangan dan penyalahgunaan di ruang digital perlu dihadapi secara serius. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk melindungi anak-anak dengan lebih baik.

“Pemerintah harus memahami bahwa ruang digital membawa manfaat besar dan juga dampak negatif. Oleh karena itu, undang-undang dan peraturan perlindungan anak dalam sistem penyampaian elektronik harus menjamin keselamatan dan keamanan anak-anak,” kata Kaviyan.

Ia menekankan pentingnya mengikuti teknologi digital seperti kecerdasan buatan (AI). Pemerintah harus mempunyai kendali penuh terhadap konten digital.

“Jika ada indikasi konten yang tidak pantas sebaiknya segera diblokir untuk mencegah viktimisasi anak,” ujarnya.

Selain itu, sosialisasi literasi digital, penguatan personel di bidang psikologis dan sosial, serta partisipasi aktif masyarakat dalam pencegahan kekerasan menjadi langkah penting yang harus segera dilakukan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours