Kronologi Kasus Korupsi Sistem Proteksi TKI yang Seret Eks Dirjen Binapenta Reyna Usman

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Direktur Jenderal Pembinaan Ketenagakerjaan (Dirzen Binapenta) (Kmenkar) Rayna Osman Kementerian Ketenagakerjaan telah menimbulkan kerugian negara senilai 17.685.445 rupiah (Rs 17.685.445 ). 6 miliar rupee). Hal ini merujuk pada dugaan kasus korupsi pengkondisian proyek pengadaan konservasi TKI.

Selain itu, Sekretaris Badan Perencanaan dan Pembangunan (Barenbang) Kementerian Ketenagakerjaan Nyoman Darmanta dan Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karuniya juga menjadi tersangka.

Saat membacakan surat dakwaan, terdakwa mengatakan, “Rp 17.682.445.455 diberikan sebagai hadiah untuk merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dan sebesar 17.682.445.455 rupee diberikan untuk merugikan keuangan negara.” /2024).

Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum mengatakan kasus ini bermula pada tahun 2010, saat Rayna Usman menjabat Sekretaris Direktorat Jenderal Pelatihan dan Pengembangan Produktivitas (Sesbinlattas).

Tahun itu, Deva Putu Santika memperkenalkan Reena dengan Karuniya, direktur PT AIM. Usai perkenalan, Karuniya mengutarakan keinginannya untuk melisensikan perusahaan untuk jasa TKI dan setuju membayar Rina biaya sebesar Rp 3 miliar.

“Pada tahun 2010 di FX Sudirman Jakarta, Reena Osman menerima Rp3 miliar dari Karunya,” jelas jaksa. Meski sudah mendapatkan kompensasi, Karunija masih belum mendapatkan izin perusahaan untuk jasa TKI hingga awal tahun 2012.

Rayana kemudian mengatakan, proyek tersebut mencakup proyek pembelian sistem pemantauan dan pengelolaan data terkait perlindungan pekerja migran di Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pembinaan Kementerian Tenaga Kerja dan Perhubungan untuk tahun anggaran 2012.

Untuk mengatasinya, Raina meminta Karuniya berkoordinasi dengan Ai Nyoman Darmanth. Selanjutnya, dalam rapat pada Maret 2012, Reena memerintahkan terdakwa I Nioman Darmanta menggunakan dokumen rencana pengadaan yang disiapkan staf PT AIM Bunamas untuk menyiapkan HPS.

Selain itu, Raina meminta Devputu Santhika menghubungi Karuniya untuk pelelangan proyek tersebut. Berdasarkan permintaan tersebut, Deva Putu Santika meminta bayaran sebesar lima persen dari harga proyek dan Karuniya menyetujuinya, kata pengacara pemerintah tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Karunya kemudian membentuk tim tender PT AIM yang terdiri dari Bunamas, Geogr. Worman Christopher Hilliard dan Assep Mardian yang bertugas menyusun dokumen sistem dan spesifikasi teknis.

Lelang dilakukan tanpa menggunakan konsultan perencana, melainkan menggunakan dokumen perencanaan PT AIM. Pada tanggal 25 September 2012 diumumkan lelang dengan limit paket pekerjaan sebesar Rp 20 miliar, sedangkan paket HPS sebesar Rp 19,8 miliar.

Karunia kemudian menginstruksikan tim tender PT AIM untuk menghadiri lelang dan menyampaikan kepada Bunamasu bahwa PT AIM bertekad menjadi pemenang, kata jaksa.

Menurut jaksa, Karunia kemudian meminta tim tender PT AIM menaikkan harga penawaran perusahaan PT Chateau Vaivell Secutech (CVS) dan PT Adiavinsa Telecommunication & Electrical (ATE) dari PT AIM.

PT CVS dan PT ATE juga menawarkan Rp 19,8 miliar, sedangkan PT AIM lebih rendah dari keduanya yakni Rp 19,7 miliar. “PT AIM dinyatakan lolos dan memenuhi syarat dengan harga penawaran yang disesuaikan sebesar Rp19,77 miliar,” kata jaksa.

Selanjutnya pada tanggal 7 Desember 2012, Karunia menerima pembayaran pajak sebesar 20% dari nilai proyek, yaitu Rp 3,58 miliar. Sesuai perjanjian awal, Karuniya telah memberikan Deva Putu Santika sebesar Rs 50 crore.

Selain itu, Karuniya juga beberapa kali memberikan total Rp delapan juta kepada Deva Putu Santika, ujarnya.

Pada saat kontrak disepakati, proyek tersebut belum selesai dan tidak dapat digunakan. Namun, saya tetap membayar penuh.

“Setelah disampaikan hasil pekerjaan, diketahui bahwa sistem pemantauan dan pengelolaan data keamanan TKI yang dibangun PT AIM tidak dapat digunakan, untuk migrasi data dan integrasi sistem antara Kementerian Ketenagakerjaan RI dengan sistem keamanan TKI. Sistem itu milik pihak terkait, jadi negara yang menggunakan itu tidak bisa dilakukan,’ kata pengacara pemerintah itu.

Oleh karena itu, jaksa menuntut ketiga terdakwa dengan Pasal 2 Pasal 18 UU Tipikor atau alternatif Pasal 3 Pasal 18 UU Tipikor.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours