Kronologi Pelecehan terhadap Jurnalis Perempuan di KRL

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Seorang jurnalis magang awal QHS mengalami pelecehan di jalur komuter Batavia-Bogor sepulang kerja pada Selasa (16/7/2024). Korban yang saat itu duduk di dalam kereta diperkirakan berusia 52 tahun.

QHS mengatakan, kejadian pelecehan ini terungkap setelah ditegur petugas KAI. Korban kaget dan langsung mendatangi pria paruh baya tersebut untuk menanyakan maksud ingatan tersebut.

“Petugas mana yang sudah selesai tugasnya dan mengenakan kemeja, lalu berdiri dan berkata kepada saya: ‘Nyonya, apa yang Anda dan orang ini lihat sambil menunjuk ke arah seorang pria paruh baya. Kaget dan bingung. Kebetulan di sana ada laki-laki di sebelah saya, “Saya kemudian tahu, dia berumur 52 tahun, dia punya telepon genggam,” kata korban dalam keterangannya, Kamis (18/7/2024).

Selanjutnya, dari pemeriksaan ponsel terungkap, terduga pelaku merekam tujuh gambar korban dalam kurun waktu tiga hingga tujuh menit, tidak hanya satu kali. Korban dan lelaki tua itu kemudian diamankan di Stasiun Batavia Kota.

“Saat kami di kantor keamanan dan memeriksa ponsel kami, kami semua melihat bahwa di ponsel ayah saya kebetulan saya bukan hanya korban, tetapi juga terlihat banyak korban dari korban lainnya. Lebih dari 300 akun tidak senonoh” lanjutnya. .

Berdasarkan bukti tersebut, korban melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Awalnya, korban Taman Sari melapor ke polisi, namun secara hukum kasus tersebut tidak dapat diproses karena pelakunya ditangkap di Stasiun Mangarai.

QHS kemudian mendatangi Polsek Menteng, namun laporan tersebut tidak dapat diproses karena lokasi perkara dan korban melapor ke Polsek Tebet. Di sana korban diinterogasi sendirian tanpa bantuan keluarganya.

“Di sinilah (Polsek Tebet) merasa aneh bagi saya. Sebagai korban yang masih terluka dan ketakutan, saya harus menghadapi berbagai laporan pihak berwenang. Di Polsek Tebet, saya bertugas sebagai petugas yang menangani laporan itu. ditolak karena berbagai alasan.

Namun, alih-alih dibantu dalam proses pelaporan, korban justru mendapat perlakuan kasar dari anggota Polsek Tebet. ‘Mama muncul karena dia cantik lagi.’ ‘Mungkin punggung ayahnya, terinspirasi dari video Jepang’. ‘Frances, ayah adikmu, kamu adalah panutan’.

“Di akhir pembicaraan dia bilang, ‘Tidak ada yang bisa kami lakukan. Apa? Saya hanya melihat bukti-bukti saja, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa,'” kata korban.

Apalagi, Polsek Tebet memperingatkan korban untuk melapor ke Polres Jakarta Selatan karena kasus tersebut belum terpublikasi atau disebarluaskan. Oleh karena itu, Polsek Tebati belum bisa menerima laporan proses tersebut.

“Sekali lagi saya bersama keluarga dan penulis yang masih bersama KAI berangkat ke unit (Unit Pelayanan Perempuan dan Anak) di Batavia Selatan di PPA. Sejak itu sudah lewat pukul 00.01 WIB,” ujarnya.

Namun, meski kronologis kejadian sudah diberitahu petugas Polsek Batavia Selatan, laporan korban belum bisa ditindaklanjuti.

“Nyonya tidak bisa dituntut secara pidana karena alasan ini,” wanita sedih itu menjelaskan dengan tenang, “karena mengikuti aturan, bagian penting atau sensitif harus terlihat, dan Ny. Dia berkata.

“Sebab,” keluhnya lagi, “dari bukti yang ada di ponsel pelaku, kami tidak menemukan bahwa itu adalah pelecehan dan tidak lagi tercakup dalam Pasal 335 karena perbuatan yang tidak dapat diterima.” Penambahan “massa”-nya membuat kehidupan menjadi tidak menyenangkan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours