Labubu dan Lisa Blackpink: fenomena “cute creepy”

Estimated read time 4 min read

JAKARTA (ANTARA) – Penyanyi Thailand Lalisa Manoban yang tak kalah populernya dengan Lisa, anggota girl grup Korea BlackPink, popularitasnya meningkat setelah mengungkapkan kecintaannya pada karakter Labubu di “Monster” Pop Mart. Boneka mainan.

Terlihat Lisa di media sosial sedang memegang boneka Labubu dan membawa tas Labubu, membuat banyak anak muda antri berjam-jam untuk membeli boneka lucu menyeramkan tersebut, terutama di Thailand, Indonesia, dan negara penggemar lainnya di Asia Tenggara.

Labubu bukanlah barang koleksi yang murahan. Kotak buta dijual seharga US$20-30 per buah, sedangkan edisi terbatas berharga US$400-1200.

Seniman kelahiran Hong Kong, Kasing Lung, menciptakan Labubu sebagai salah satu dari lima karakter Monster. Dia dikatakan terinspirasi oleh cerita rakyat Nordik dan melisensikan karyanya ke Pop Mart.

Pesona Labubu terletak pada bentuknya yang lucu, namun juga memiliki kesan menyeramkan. Seni lucu namun menyeramkan ini semakin populer dalam beberapa dekade terakhir, terutama dalam desain model mainan anak-anak, film, dan karya seni lainnya.

Di Jepang, kata “kawaii” secara harafiah berarti manis, manis, manis, sama seperti kata dalam bahasa Inggris imut, namun pada tahun 1970-an, budaya dan seni horor kawaii berkembang menjadi aneh, imut dengan unsur absurditas dan horor.

Sekilas karakter Hello Kitty tampak seperti kucing cantik, namun wajahnya yang tanpa ekspresi membuat takut beberapa orang.

Tak hanya di Jepang, desainer mainan yang menggunakan boneka vinil pada abad ke-20 mulai memperkenalkan mainan lucu bertema horor, seperti Tim Burton dan karakter anehnya dari film The Nightmare Before Christmas dan Corpse Bride Role.

Labubu populer di kalangan banyak gadis dan dianggap berlawanan dengan stereotip gender tradisional tentang kecantikan, seperti boneka barbie yang lucu, langsing, tinggi, dan pirang.

Bagaikan monster lucu, LaBuBu memiliki gigi tajam yang menonjol dari senyumannya, mata bulat besar, dan telinga panjang lancip seperti kelinci. Bentuk aneh ini bertentangan dengan konsep boneka yang sering dibeli untuk hiburan, berteman, dipeluk, bahkan tidur.

Mengendalikan rasa takut

Alasan orang menyukai boneka horor adalah karena kehadirannya memberikan perasaan unik, rasa takut yang terkendali, misteri atau rasa takut yang menyenangkan.

Merupakan istilah psikologis untuk horor, yaitu ketakutan yang timbul dari hal-hal yang kelihatannya tidak berbahaya, atau bahkan familier, namun bisa jadi menakutkan, misalnya mata kosong, wajah tanpa ekspresi, boneka dengan senyuman aneh.

Ketertarikan masyarakat terhadap kombinasi kelucuan dan keanehan dapat dijelaskan secara psikologis melalui konsep lembah luar biasa, yaitu respons emosional masyarakat terhadap objek yang tampak hampir seperti manusia.

Ahli robot Jepang Masahiro Mori mengemukakan konsep tersebut pada tahun 1970, berupa sosok mirip manusia namun dengan elemen tidak wajar yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan.

Orang-orang tertarik pada hal-hal yang menimbulkan konflik emosional atau paradoks dan ketegangan, itulah sebabnya film horor dan cerita horor laris manis.

Anda pasti sudah tahu tentang film horor, namun orang rela membayar untuk menontonnya karena menikmati sensasi dan adrenalin.

Popularitas Labubu, serta boneka dan mainan horor lainnya seperti Tamagochi, Toy’s R, Annable, terjadi karena kekuatan media sosial. Semakin banyak idola dan influencer yang memamerkan koleksinya, semakin besar pula minat penggemarnya.

Para kolektor dan influencer kerap mengunggah video ke media sosial yang memperlihatkan Labubu membuka kotak barang-barang koleksi blind box yang mereka beli secara online. Kegugupan sudah mulai terasa sejak saya membeli produk tersebut tanpa mengetahui jenis Labubu apa yang akan saya dapatkan.

Boneka yang manis dan menakutkan menjadi simbol perpaduan konsep baik dan buruk, positif dan negatif, mencerminkan aspek kehidupan yang kompleks, mengungkapkan ketidakpastian hidup, apa yang tampak aman tetapi bisa berbahaya, penyebab pada manusia Sesuatu yang beresonansi dengan pikiran.

Manusia, boneka dan agama

Orang-orang menyukai boneka sejak zaman kuno. Pada zaman dahulu, boneka digunakan sebagai mainan, benda ritual dan pendidikan.

Boneka terus berkembang. Awalnya boneka terbuat dari bahan-bahan alam yang terdapat di sekitar masyarakat, seperti sisa-sisa pertanian yaitu batang jagung dan tongkolnya, jerami, kain perca dan kain bekas, kayu dan tanah liat, yang dibuat dengan tangan bahkan saat mereka sedang bermain. Hal yang sama juga benar.

Dalam perkembangannya, boneka menjadi lebih cantik dan tahan lama melalui teknologi yang lebih tinggi seperti keramik, kaca, emas, perunggu, perak, batu, plastik dan bahan sintetis lainnya.

Boneka juga hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari bentuk tongkat keras hingga robot, dan dilengkapi teknologi kecerdasan manusia sehingga boneka kini dapat bergerak dan menjalankan perintah orang.

Beberapa agama mempunyai larangan terhadap boneka, seperti melarang penggunaan boneka yang menyerupai manusia, kecuali boneka yang digunakan untuk tujuan pendidikan, dan melarang penggunaan boneka untuk ritual pemujaan dan penyembahan berhala.

Kegemaran mengoleksi boneka kain pun muncul di kalangan anak muda. Demi memuaskan hasrat dan mengikuti tren, mereka rela merogoh kocek dalam-dalam untuk membeli boneka, apalagi yang harganya puluhan juta. Masih banyak orang di sekitar kita yang membutuhkan uang untuk membeli boneka. untuk menghidupi diri mereka sendiri. Sepiring nasi.

Ah Labubu, lucu sekaligus menakutkan.

*) Maria D. Andriana adalah seorang penulis dan editor serta mantan reporter senior di ANTARA

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours