Landasan Hukum untuk CCS Belum Ada, Akademisi: Perlu Dibentuk Regulasi Khusus

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Landasan hukum pengaturan penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) dinilai sangat diperlukan dalam situasi saat ini. Pandangan tersebut diungkapkan Parulian Paidi Aritonang, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI).

Haposan mengatakan, saat ini belum ada dasar hukum khusus yang mengatur mekanisme penerapan CCS di bidang energi. Regulasi yang ada saat ini, seperti Perpres Nomor 14 Tahun 2024, hanya mengatur rencana penerapan CCS di sektor manufaktur.

Oleh karena itu, diperlukan regulasi khusus untuk mengatasi emisi CO2 dengan menggunakan teknologi CCS di bidang energi, agar tidak berdampak pada pertumbuhan BPP, kata Haposan yang menggelar FGD pemanfaatan teknologi CCS bersama pakar di Jakarta, Senin. (7 Agustus 2024).

Ia meminta pemerintah untuk merangkul kepentingan yang lebih luas dari peraturan CCS, khususnya untuk menangkap peluang di sektor energi.

“Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memenuhi peningkatan permintaan listrik sekaligus mengurangi emisi karbon. Pemerintah juga perlu menjaga harga listrik pada tingkat yang terjangkau bagi konsumen dan dunia usaha,” ujarnya.

Maklum, FGD ini dilakukan setelah terbitnya dua aturan penting terkait CCS, yakni Keputusan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon. . . di sana. Perusahaan ini bergerak dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas.

Menurut Parulian, teknologi CCS berpotensi tidak hanya mengurangi emisi karbon dari pembangkit listrik tetapi juga mendukung percepatan transisi energi negara.

“FGD ini merupakan studi kelayakan, potensi manfaat, tantangan dan bagaimana kami berharap teknologi ini dapat membantu meminimalkan risiko kenaikan tarif listrik yang sangat penting bagi perekonomian masyarakat setempat,” ujarnya.

Konsultan ahli Haposan Napitupulu PT ESSA yang saat ini berada di OGG mengatakan tidak ada kendala yang ditemui dalam penerapan CCS pada operasi migas karena biaya pemulihan ditanggung.

Perwakilan Haposan menekankan: “Namun, hal ini berbeda dengan subsektor seperti listrik, industri dan transportasi, yang tidak memiliki mekanisme pengembalian biaya.”

Menurut dia, Kementerian ESDM perlu memetakan wilayah pengusahaan migas yang sudah tidak optimal atau cadangannya sudah menipis, serta mempublikasikan data fasilitas permukaan (surface facility) bagi produsen karbon untuk digunakan sebagai penyimpan karbon yang dihasilkan industri hilir. .

Sementara itu, Ridha Yasser, Wakil Menteri Energi Kementerian Kelautan, Investasi dan Koordinasi, menjelaskan penerapan CCS di berbagai sektor berperan penting dalam upaya penurunan emisi karbon global.

“Pemerintah saat ini terus berupaya untuk memperkenalkan peraturan yang komprehensif agar peraturan CCS dapat diberlakukan; Artinya, kita akan bersaing dengan negara-negara lain untuk mendapatkan peluang memasukkan rezim karbon ke dalam agenda global. untuk tujuan melakukan ini.” kata Lida.

Didi Setyadi, Ketua Himpunan Praktisi Hukum Migas dan EBT, menekankan pentingnya mencapai manfaat domestik dari penyimpanan karbon Indonesia. Dia juga menyoroti kesulitan ekonomi dalam menerapkan teknologi baru ini.

Didi mengatakan, “Kita harus mengikuti, mengadopsi, dan menerapkan teknologi-teknologi baru yang harus kita tambah biayanya. Lalu, apakah biaya tersebut ekonomis atau tidak ekonomis jika dibandingkan dengan harga jual listrik?” Aku telah menjelaskan.

Menanggapi hal tersebut, Senior Vice President Hukum, Kebijakan dan Kepatuhan PT PLN (Persero) Nurlely Aman menyampaikan komitmen PLN dalam mendukung penerapan teknologi CCS di sektor energi Indonesia.

Namun, dia mengingatkan, perlu juga diperhatikan konsekuensi finansial bagi pihak selain pengelola migas. Menurutnya, monetisasi terhadap sumur-sumur yang sudah habis/waduk yang kurang dimanfaatkan harus dioptimalkan dan ketentuan terkait CCS harus digunakan secara tepat, baik sebagai alat penurunan emisi maupun sebagai alat tambahan penerimaan negara.

“Dengan banyaknya masukan dari berbagai pihak, kami berharap FGD ini dapat memberikan informasi baru dan masukan berharga kepada pemerintah dalam menyusun peraturan untuk mendukung penggunaan teknologi CCS untuk mendukung transisi energi Indonesia,” ujarnya. .

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours