Layanan Faskes Klinik DPRD Banten Tak Sesuai Ketentuan, Ombudsman: Segera Benahi!

Estimated read time 4 min read

SERANG – Seorang pasien RSUD Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Provinsi Banten buka-bukaan soal pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan medis. Termasuk memberikan obat penyakit dalam yang sering diresepkan penggunaannya.

Pasien yang sengaja dirahasiakan ini menjelaskan bahwa ia telah menggunakan faske selama bertahun-tahun. Ia bercerita, tiga tahun lalu ia dilayani oleh bidan yang memanggilnya dokter.

“Saya tidak tahu, selama ini yang menguji dan memberikan obat adalah bidan.” Jadi selama ini saya menelpon mereka, Bu Dr.-Bu. “Belum lama ini katanya bidan,” kata pasien tersebut kepada wartawan, Senin (1/7/2024).

Namun, ia mengaku sudah dua kali bertemu dengan dokter sungguhan di sana pada tahun 2021. Sejak saat itu, ia sudah tidak lagi melihat tenaga medis tersebut melayani pasien di Gedung DPRD Banten.

“Saya baru dua kali memeriksakan diri dan dirawat dokter. Seorang wanita, saya lupa namanya. “Saat itu masih musim Covid, sudah hampir berakhir,” ujarnya.

Secara terpisah, Direktur Ombudsman RI Provinsi Banten Fadli Afriadi mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) menindak hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, pelayanan Klinik DPRD Banten juga berkaitan dengan kesehatan manusia termasuk anggota organisasinya.

“Izin harus segera disiapkan dan diselesaikan dengan cepat, bagi pedagang pun sama. Nanti sayang kalau anggota parlemen kita salah minum obat karena tidak ada pedagang. Harus ada dokter dan ilmuwan,” ujarnya. Fadli Afriadi.

Ia mengaku baru mengetahui kasus dugaan tersebut di rumah sakit hari ini. Dia berjanji akan mengkaji masalah tersebut secara menyeluruh. Fadli mengatakan, sebagai sebuah pemerintahan, Pemprov Banten harusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, khususnya para pelaku usaha rumah sakit.

“Izin harus semua. Ini merupakan indikasi bahwa layanan tersebut sah dan aman. Kalau tidak ada persetujuan, lalu apa gejalanya? Selain itu, ini juga merupakan masalah kesehatan. Pelindung Indonesia mendesak Pemprov untuk segera memperbaiki permasalahan tersebut, tutupnya.

Sebelumnya, Direktur Bagian Umum dan Kepegawaian Sekretariat DPRD Banten Ismail mengatakan rumah sakit yang diawasinya tidak memiliki dokter.

“Iya, bulan ini seperti rumah sakit. Rumah sakit mana yang harus saya hubungi? Klinik. Tidak ada izin. Tidak ada, ya, tapi tidak seperti itu. Tidak ada apa-apa untuk pebisnis. Karena obat yang ada adalah obat. Ada dua dokter di sini. Tapi saya tidak akan datang ke sini,” kata Ismail.

Pakar Satya Peduli Banten, Sojo Dibacca menanyakan tentang asuransi jiwa bagi pasien yang memiliki metode pengeluaran obat handsfree.

“Lalu kalau tidak ada ahlinya dalam bidang kedokteran, apalagi dokternya tidak tahu kapan kerjanya, tubuh akan memberikan penyakit, apa pengobatannya?” ujar Sojo.

Sekretaris DPRD Banten Deden Apriandi menjelaskan hingga saat ini yang ditunjuk menduduki jabatan tersebut adalah Direktur Departemen Umum dan Pelayanan Masyarakat (Kabag) di Sekretariat yang dipimpinnya, yang saat ini dijabat oleh Ismail.

“Dokternya dokter independen, (kerjanya) shift. Manajernya Kabag Umum, RSnya Kabag Umum Ismail,” kata Deden.

Deden banyak mengeluarkan informasi medis tanpa izin. Dikatakannya, mulai tahun 2021 puskesmas tersebut memiliki berkas izin bersamaan dengan Gedung DPRD Banten sendiri, karena hal itu diperlukan untuk membuat gedung daerah yang penting.

Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Kesehatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Serang, Nurhayati, belum menerima laporan mengenai tenaga kesehatan yang bekerja di RS DPRD Banten.

Termasuk pendirian kantor pusat yang semula berupa ruangan di gedung pengadilan. Ia menjelaskan, setiap puskesmas primer harus mendapat nasihat dari dinas kesehatan.

Direktur Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Serang, Farach Richi mengatakan, RS DPRD Banten belum memiliki dokumen lingkungan hidup yang menjadi syarat teknis untuk mendapatkan izin. Selain itu, tidak ada surat yang memasukkan permintaan pembuatan file ini.

Padahal, harusnya ada dokumen yang modern, minimal di tingkat SPPL. Saya belum menerima surat dari DPRD Banten. Dan jujur ​​saja, saya baru tahu kalau organisasi-organisasi itu ada, ujarnya.

Direktur DPMPTPS Kota Serang Ritadi B Muhsinun mengaku belum mengetahui sejarah berkas izin kesehatan tersebut. Soal RS DPRD Provinsi Banten, saya masih belum tahu, tulisnya singkat melalui pesan WhatsApp.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours