Licik! Begini Modus Mafia Tanah Jual Rumah Mantan Diplomat di Jaksel yang Dikontrak

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Mantan diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Johan Effendi menjadi korban mafia tanah di rumahnya di Jalan Kemang V 12, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan pada tahun 1960 hingga 1987. Jo Han menjabat sebagai Kepala Departemen Politik Indonesia di Jepang, Jerman , Italia dan India.

Pelaku secara tidak sah mencuri SHM asli yang diperoleh melalui cara reduksi.

Pengacara Yokhan Effendi, Arlon Citinjak mengatakan, kejadian dengan kliennya bermula pada Juni 2016, saat ia menyewa rumah pelaku Hussein Ali Muhammad Yaw beam

“Setelah dia pensiun Dia menyewakan rumahnya kepada Hussein Ali Muhammad,” kata Arlon baru-baru ini untuk meyakinkan pemiliknya. Ia sering membacakan doa. Pak Djokhan Effendi juga diundang menghadiri ceramah.

Setelah yakin, Hussain meminjam dua model SHM dari Jojan dan menurunkan daya dari 23.000 watt menjadi 6.000 watt. Usai pinjaman, Hussain menghubungi Djohan lagi dan mengaku perlu menggunakan SHM asli dengan mendatangkan pegawai PLN palsu untuk meyakinkan Djohan.

“Awalnya korban tidak percaya. Namun pelaku Sadam mendatangkan petugas berseragam PLN palsu, Fawzi (DPO), untuk mempengaruhi korban,” ujarnya.

Kemudian, pada 12 Juli 2016, korban terpaksa meminjam dua sertifikat asli sesuai tuntutan pelaku. dan menyimpannya di depan pintu rumahnya. satu jam kemudian Pelaku mengembalikan dua SHM milik korban.

“Sertifikat asli ini saya bawa pulang. Namun menggantinya dengan sertifikat yang telah dibuat sebelumnya. Karena saya pernah meminjam salinannya sebelumnya. Kami menontonnya ketika kami sampai di rumah. Melihat sesuatu yang tidak biasa dan mengeluarkannya. Kepada BPN, “Setelah dicek Ternyata itu palsu.”

Korban kemudian menghubungi Husein. Tapi dia selalu menghindarinya. Hussein mulai menghindarinya karena berbagai alasan. Mengakui bahwa orang-orang telah mengambil surat-suratnya dan karena berbagai alasan lainnya, “akhirnya dilaporkan ke polisi,” katanya.

Belakangan, pelaku mengambil KTP asli korban dan menjualnya ke Santoso Halim seharga R10 miliar saat menjual rumah tersebut. Halim mengaku sebagai Tuan Jo Khan.

Pada tanggal 12 Agustus 2016 telah ditandatangani Perjanjian Jual Beli No. 08 dan 09 di hadapan Sanjo Effendi dan Santoso Halim Notaris/PPAT Lusi Indriani bertindak sebagai Penjual Hajim (DPO).

Pada tanggal 22 Agustus 2016, Akta Jual Beli No. 376 dan Akta Jual Beli No. 377 telah ditandatangani di hadapan Notaris/PPAT Vivi Novita Ranadireksa.

“Dalam jual beli ini Aneh sekali Santoso Halim tidak membayar Johan. Effendi pandai menjual dan membeli tanah dan bangunan. Nomor itu penjual Halim (DPO),” kata Arlon.

Namun Santoso Halim mentransfer uang ke rekening atas nama narapidana Hussain Ali Muhammad sesuai nomor sertifikat. 1073/Pid.B/2018/PN.Jkt.Sel 33 Santoso Halim –

Karena peristiwa ini Korban mengajukan petisi penghentian SHM ke BPN setelah dicegatnya Santoso Halim yang tidak bisa menyelesaikan transaksinya. Sehingga ia meminta penjualnya, penjahat Hussain Ali Muhammad, untuk memblokirnya, setelah itu Fijouf Effendi yang diperankan Halim (DPO) memerintahkan Lilis Lisnawati untuk memblokir kedua SHM tersebut.

Anehnya, BPN membukanya tanpa mengecek data Djohan Effendi dan Djohan Effendi yang sebenarnya. “BPN belum konfirmasi dulu ke Johan Effendi,” ujarnya.

Akibat konspirasi keji mafia tanah, pada 6 Februari 2017, Djohan membuat laporan polisi atas dasar LP/176/K/II/PMJ/Restro JakSel Berdasarkan laporan tersebut, pelaku Husein Ali Muhammad divonis 5 tahun penjara.

562 K/Pid/2019 (Inkracht van gewijsde) menurut perkara pidana nomor 562 terbukti sah dan persuasif. dan akan diselidiki dan dihukum menurut KUHP menurut Pasal 266 KUHP 1), Pasal 55(1)(1) KUHP dan Pasal 263(2) KUHP. bersama dengan Pasal 55(1) KUHP (D.S.C.))

Wartawan SINDONews mencoba menghubungi Santoso Halim sebagai pembeli. Namun orang yang terlibat tidak memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours