LSF: Proses penyensoran film hormati kebebasan kreatif

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Di antara maraknya permasalahan terkait eksploitasi film, termasuk eksploitasi bencana, agama, dan praktik lainnya, Lembaga Sensor Film (LSF) menjelaskan, kebijakan sensor film di negara demokratis kini menghormati kebebasan berkreasi.

Wakil Presiden LSF masa jabatan 2024-2028 Noorca Marendra Massardi mengatakan, tidak ada batasan khusus terhadap film-film yang diproduksi.

Hal itu disampaikan Masardi usai acara peresmian anggota baru LSF di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis.

Proses sensor hanya berupa rekomendasi kepada pemilik film, apabila ada adegan tertentu yang dinilai melanggar norma sosial.

Saran yang diberikan berupa permintaan review adegan, namun review sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemilik film.

Terkait tema dan genre, setiap pencipta, pembuat film, produser berhak menghasilkan karya.

Ia bekerja pada tema horor, agama dan lainnya untuk memenuhi beragam selera setiap orang.

“Iya topik apapun, genre apapun, setiap kreator, sineas, produser berhak memproduksinya. Film horor, tema religi, kalau banyak penggemarnya, menurutku biasa saja, natural, pantas untuk dicintai semua orang,” katanya.

Ternyata, menurut dia, LSF hanya fokus pada pengawasan agar tidak terjadi eksploitasi dan penghinaan berlebihan terhadap kelompok tertentu.

LSF menegaskan, hingga saat ini para pembuat film telah memahami keterbatasan tersebut dan berusaha membuat karya-karya moderat yang tidak terlalu bernuansa sadisme atau eksploitasi.

Sementara itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menunjuk 17 anggota Lembaga Sensor Film (LSF) periode 2024-2028 untuk meningkatkan kualitas ekosistem perfilman Indonesia pada Rabu (28 Agustus).

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours