Mandatory Spending 20% Dana Pendidikan Ditinjau Ulang, Ketua Komisi X DPR: Kami Menolak

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Menteri Keuangan (Minko) Sri Muljani meminta Republik Demokratik Rakyat Korea mengubah alokasi anggaran acuan pendidikan sebesar 20% dari belanja negara menjadi pendapatan negara. Langkah tersebut diyakini akan mengurangi besaran belanja wajib APBN untuk layanan penyelenggaraan pendidikan di Tanah Air.

“Kami menolak segala upaya yang berdampak pada pengurangan alokasi anggaran pendidikan dalam APBN, karena hal ini tentu akan berdampak pada kualitas pelayanan pendidikan di tanah air. Kita bisa… Kita bayangkan dengan skema yang ada saat ini, masih banyak anak yang tidak bisa bersekolah karena biaya, apalagi dana pendidikan berkurang.”/2024).

Sebelumnya pada Rabu (9/04/2024) dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar), Menteri Keuangan Sri Muljani meminta DPR melakukan reformulasi penghitungan belanja wajib anggaran pendidikan sebesar 20% APBN.

Jika selama ini rumusan 20% APBN untuk pendidikan bergantung pada besaran belanja negara, ke depan harus bergantung pada besaran pendapatan negara. Ketua Banggar DPR Syed Abdullah pun mengabulkan permintaan Shri Muljani.

Huda menilai jika rumusan APBN sebesar 20% pendidikan didasarkan pada pendapatan nasional, maka bisa mengecilkan besaran anggaran pendidikan. Menurut dia, dalam menyusun APBN selalu diharapkan jumlah belanja negara lebih besar dibandingkan pendapatan negara.

“Misalnya dalam RAPBN tahun 2025, pos belanja negara diperkirakan mencapai Rp3,613 triliun, sedangkan pos pendapatan negara diperkirakan hanya mencapai Rp2,996,9 triliun pendapatan, hal ini tentu akan mengurangi alokasi dana pendidikan.”

Hoda menekankan, pendidikan layak menjadi prioritas dalam rencana pembangunan yang tercermin dalam belanja negara. Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dengan jelas menyebutkan bahwa tugas negara memprioritaskan anggaran pendidikan yang besarnya paling sedikit 20% dari APBN dan APBD untuk menjamin terselenggaranya pendidikan nasional.

“Konstitusi kita jelas menyatakan bahwa tugas negara memberikan pelayanan pendidikan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita, baik kepribadian maupun kemampuan kognitifnya. Jangan sampai persoalan ini dikoyak-koyak demi kepentingan orang lain kepentingan,” katanya.

Ia mengatakan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih banyak menghadapi kendala karena keterbatasan biaya. Mulai dari tingginya standar biaya pendidikan di perguruan tinggi, tidak proporsionalnya jumlah tempat di sekolah menengah umum dan pendaftar, rendahnya kesejahteraan guru, hingga berakhir dengan minimnya sarana/prasarana sekolah, khususnya di daerah 3T.

“Belum lagi kualitas lulusan sekolah kita yang kurang optimal, tercermin dari rendahnya kemampuan literasi, sains, dan matematika dibandingkan negara lain,” ujarnya.

Politisi PKK ini mengakui pengelolaan anggaran pendidikan saat ini sebesar 20% APBN kurang maksimal, terutama dalam proses penyalurannya sehingga berdampak pada kualitas layanan pendidikan di Indonesia.

Oleh karena itu, upaya perbaikan harus fokus pada peningkatan alokasi anggaran, bukan pada pembentukan kembali skema besaran anggaran pendidikan. “Jadi kalau boleh jujur, perbaikannya bukan pada mengutak-atik besaran anggaran APBN, tapi pada mekanisme penyalurannya agar anggaran pendidikan benar-benar dialokasikan untuk fungsi-fungsi pendidikan dan bukan untuk kepentingan atau program lain yang menyamar seolah-olah itu adalah hal yang tidak penting. adalah.” “Didedikasikan untuk fungsi pendidikan,” tutupnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours