Memanfaatkan kedisabilitasan termasuk tindak kekerasan

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak DKI Jakarta menyebut pemanfaatan disabilitas untuk melakukan provokasi adalah eksploitasi.

Demikian diungkapkan Advokat Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) DKI Jakarta, Novia Gasma, saat dihubungi pihak Jakarta, Rabu, terkait kasus siswi penyandang disabilitas bernama AS (15) yang menjadi korban pencabulan di Kalideres, Jakarta Barat.

Kini korban sudah hamil tujuh bulan lebih dan surat dari PPPA DKI Jakarta pun sudah diserahkan ke polisi untuk diperiksa.

Ia mengatakan, meski tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban, namun eksploitasi terhadap kecacatan akibat kehamilannya merupakan bentuk kekerasan.

Jadi sebenarnya kami juga bekerja sama dengan Polres Metro Jakarta Barat, ini kasus yang kami yakini berhubungan seks karena anak tersebut sudah hamil, ujarnya.

Meski kekerasan belum benar-benar terjadi, namun memikat, membujuk dan menganiaya penyandang disabilitas juga merupakan kekerasan.

Saat ini, pihaknya menunggu polisi menyelesaikan proses hukum kasus tersebut.

“Itu sudah berjalan, perlu usaha, perlu kesabaran yang cukup karena perlu pemahaman, karena ahli bahasa mungkin tidak mengerti, karena banyak bahasa yang sangat istimewa,” ujarnya.

Novia mengatakan, dari laporan polisi (LP) beberapa waktu lalu, pihaknya kini menunggu prosedur hukum dari pihak kepolisian.

“Yang penting kita lanjutkan prosedurnya, LPnya sudah siap. Karena sebelumnya kita rutin ke sana, lalu karena anak itu sedang sakit, kita harapkan dia sudah siap saat itu juga.” lalu kami berangkat bersamanya untuk membuat LP,” kata Novia.

Seorang siswi penyandang disabilitas bernama AS (15) di Kalideres yang menjadi korban tindakan disiplin ditangkap pada Rabu (29 Mei) oleh Polres Metro Jakarta Barat bersama Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak (Kemen PPPA).

Paman korban, Suwondo, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (28 Mei), mengatakan Kementerian PPPA juga menjamin korban akan didampingi informan (JBI) dan pendamping.

“Saya sampaikan kepada Kabareskrim bahwa mereka (Kemen-PPPA) siap untuk psikolog atau penerjemah, jangan bilang ke polisi bahwa semuanya belum siap,” kata Suwondo.

Suwondo melanjutkan, sedianya LP tersebut dibawa ke Polres Jakarta Barat (Jakbar) pada Senin (27 Mei), namun diundur hingga Senin (3 Juni). Kemudian Kementerian PPPA meminta agar LP tersebut dimasukkan pada Rabu (29 Mei).

Agenda kemarin 27 Mei karena korban sakit, akhirnya diundur ke 3 Juni. Agenda 3 Juni diundur ke 29 Mei, kata Suwondo.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours