Mencari Strategi Tepat Pola Pengasuhan Cucu

Estimated read time 3 min read

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ros Mini Agus Salim, Ketua Program Penelitian Psikologi Terapan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengatakan cara terbaik membesarkan cucu adalah melalui kesepakatan antar kakek dan nenek. Orang tua anak tersebut. “Ingat tanggung jawab kakek dan nenek itu berbeda dengan orang tua, terkadang orang tua atau kakek nenek melanggar tanggung jawab anaknya (orang tua), itu tidak boleh dan tidak akan dilanggar, harus ada kesepakatan antara kakek dan nenek. Jumat (26/4/2024) kata Rose dalam wawancara online di Jakarta. 

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Maret 2024, proporsi rumah tangga dengan tiga generasi (ayah/ibu, dewasa atau kakek nenek dan cucu) yang tinggal di Indonesia. Di desa sebesar 34,68 persen. Lansia berjumlah 33,66 persen tinggal bersama keluarga sendiri, 22,07 persen tinggal bersama orang tercinta, 7,10 persen tinggal sendiri, dan 2,5 persen tinggal bersama orang lain.

Dengan banyaknya keluarga tiga generasi yang tinggal serumah, Rose memperingatkan bahwa konflik antara orang tua dan kakek-nenek mengenai penitipan anak dapat terjadi jika mereka tidak setuju. “Orang tua tidak bisa mempercayakan anaknya 100 persen kepada kakek dan nenek, sedangkan kakek dan nenek tidak diberikan aturan dan keinginan cucunya,” ujarnya.

Koordinator program magister Pendidikan Anak Usia Dini UI itu pun menawarkan perbandingan antara dulu dan sekarang. Dulu, pola asuh orang tua sangat terbatas, berdasarkan ide, bukan riset.

“Makanya kita sering mendengar hal-hal seperti, ‘Waktu ibu saya, ibu saya yang mengajari saya hal ini,’” kata contoh tersebut. “Sangat melegakan karena mereka tidak mengerti apa yang harus disemangati atau dilakukan. Anak-anak diperbolehkan bermain di luar. Mereka tidak terlalu peduli dengan gadget.”, jelasnya.

Komunikasi antara kakek dan nenek dengan cucu lebih banyak dilakukan melalui telepon dan tatap muka karena kurangnya alat komunikasi akibat kurangnya penggunaan perangkat tersebut. “Saat ini berbeda, orang tua atau kakek dan nenek lupa bagaimana caranya agar anak tidak merengek tentang YouTube, Google, dan terkadang kita tidak suka dengan apa yang kita baca di sana, itulah bahayanya,” kata Rose. .

Saat ini orang tua atau kakek nenek sering kali mengkhawatirkan motivasi anaknya karena memahaminya dari berbagai sumber seperti webinar, internet dll. Jadi Anda sering mengatakan “hati-hati”, “jangan” atau “hati-hati”.

Ross juga mengatakan bahwa anak-anak saat ini sering berinteraksi dengan banyak perangkat. “Saat ini anak-anak generasi alpha lebih banyak terpapar listrik. Awalnya orang tua merasa murah hati karena anak tidak mengganggu orang tua, namun saat diteliti, orang tua baru bingung untuk menghentikannya dan hal ini juga harus dibicarakan antara orang tua dan kakek-nenek,” dia berkata.

Untuk itu, Ross menegaskan, baik orang tua maupun kakek nenek perlu memahami situasinya dan mampu mengendalikan emosinya. “Yang lebih tua (kakek dan nenek) tidak bertanggung jawab atas tumbuh kembang anak atau cucu karena orang tualah yang melakukan pekerjaan utama,” ujarnya.

 

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours