Menilik Urgensi Reformasi Subsidi BBM, Jangan Lupakan 2 Hal Ini

Estimated read time 4 min read

JAKARTA – Kebijakan pembatasan subsidi bahan bakar (minyak) yang diumumkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan baru-baru ini harus dilihat dari perspektif yang lebih luas untuk menilai dampaknya secara keseluruhan terhadap masyarakat. Demikian kesimpulan dari acara debat ‘Ruang Tengah’ yang diselenggarakan oleh Think Policy pada tanggal 9 dan 10 Juli 2024.

Salah satu pembicara yang hadir dalam acara tersebut untuk membahas potensi dampak pembatasan bahan bakar, yaitu mantan Menteri Perdagangan Indonesia Mari Elka Pangestu, mengatakan bahwa reformasi subsidi bahan bakar tidak dapat berdiri sendiri dan harus dipahami dalam perspektif global. dalam konteks yang lebih luas.

“Masalah ini bukan hanya soal kesehatan dan polusi, tapi juga soal perekonomian. Polusi yang menurunkan hasil kesehatan akan mempengaruhi produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Ada dua hal yang perlu dipertimbangkan agar memenuhi syarat untuk menerima hibah produktif, termasuk penentuan sasaran dan penyaluran hibah yang tepat. “Kita harus memperhatikan siapa yang harus diberi kompensasi dan bagaimana pemberian subsidinya, kita harus membahasnya secara mendalam, termasuk jadwal tidak adanya subsidi yang harus dilaksanakan secara bertahap,” ujarnya.

Rachmat Kaimuddin, Deputi Koordinator Bidang Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menjelaskan sejarah rencana kebijakan pembatasan bahan bakar dalam sambutan pembukaannya.

“Filosofi subsidi seharusnya meningkatkan daya beli masyarakat rentan, namun ada kecenderungan subsidi terbesar diberikan kepada mereka yang memiliki kekuatan ekonomi tinggi.” Salah satunya adalah subsidi bahan bakar, dimana pengguna kendaraan roda empat mendapatkan lebih banyak per kendaraan dibandingkan subsidi bahan bakar. pengguna kendaraan roda dua,” kata Rachmat Kaimuddin.

“Kita perlu mencari cara untuk mereformasi subsidi bahan bakar tanpa mengganggu perekonomian dan daya beli masyarakat.” Caranya adalah dengan mendistribusikan kembali subsidi BBM secara lebih tepat sasaran dan adil. Jika memang demikian, hal ini dapat membuka ruang anggaran yang dapat dialokasikan untuk meningkatkan kualitas udara, mendorong angkutan umum, dan meningkatkan kepentingan publik lainnya.

Hal-hal penting dalam diskusi ini antara lain:

Krisis kesehatan masyarakat: Kandungan belerang pada bahan bakar bersubsidi berdampak negatif terhadap pencemaran udara, khususnya solar dan bensin RON 90 (Pertalite). Pemerintah harus mempertimbangkan peralihan ke bahan bakar berkualitas tinggi yang memenuhi standar Euro-4.

Buruknya sasaran subsidi bahan bakar ‘terbuka’: Subsidi bahan bakar (diesel dan pertalite) terutama menguntungkan kelas menengah. Penghematan pajak dari pengurangan subsidi harus dialokasikan pada program-program yang mendukung masyarakat kelas menengah ke bawah, masyarakat kurang beruntung dan miskin.

Implementasi bertahap: Pembatasan subsidi bahan bakar harus diterapkan secara bertahap, dengan mempertimbangkan jadwal implementasi, prioritas sektor dan kelompok sasaran.

Sistem Evaluasi dan Pemantauan: Sistem evaluasi dan pemantauan sangat penting untuk mendorong akuntabilitas dan transparansi guna menghindari kesalahan sasaran dimana masyarakat kelas menengah dan atas mendapat manfaat lebih besar dari subsidi dibandingkan masyarakat miskin.

Diskusi tersebut juga menghasilkan beberapa rekomendasi mengenai pengalihan dana subsidi BBM, yaitu program bantuan langsung: Sejak hari pertama pelaksanaan, harus ada program bantuan langsung untuk memastikan dampaknya terhadap kelompok paling rentan dan miskin, termasuk dalam bentuk bantuan langsung. . Bantuan Tunai (BLT).

Transisi energi, yaitu realokasi dana yang dapat dialokasikan pada angkutan umum dan/atau integrasi sistem transportasi. Sektor produktif yang mempunyai efek “multiplier” terhadap pertumbuhan ekonomi: Selain BLT, alokasi subsidi dapat diarahkan pada sektor-sektor produktif antara lain manufaktur, pertanian, perikanan, dan lain-lain.

Program pendidikan dan kesehatan: Kelas menengah, yang biasanya mengkonsumsi sebagian besar subsidi bahan bakar, dapat memperoleh manfaat dari kompensasi yang menghasilkan lebih banyak “eksternalitas positif” seperti program pendidikan atau kesehatan.

Andhyta Firselly Utami, Direktur Eksekutif Think Policy, menjelaskan, dari sudut pandang teknokratis, kebijakan ini memiliki landasan ekonomi dan lingkungan yang kuat. Namun, pemerintah harus mengkaji dengan cermat tantangan, peluang dan dampak penerapannya agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Oleh karena itu, kami menyiapkan ruang terpusat bagi para teknokrat dari semua sektor untuk bertukar pandangan ahli, dengan harapan kebijakan tersebut dapat membawa manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan lingkungan hidup, kata Anhita. . Pertama.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours