Mentan sebut industri biofuel sudah disiapkan dukung program B50

Estimated read time 3 min read

Jakarta dlbrw.com – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, pihaknya saat ini telah mempersiapkan industri biofuel untuk mendukung program B50 yang diusung Presiden baru terpilih Prabowo Subianto.

“Sekarang perusahaan sudah siap. Mulai sekarang kita persiapkan untuk mencapai B50 ke depan sesuai instruksi Presiden (Joko Widodo) dan Presiden terpilih (Prabowo Subianto),” kata Amran di Jakarta, Jumat.

Amran mengatakan pemerintah Indonesia telah mempersiapkan industri biofuel untuk mendukung program B50, sebuah inisiatif untuk meningkatkan penggunaan biofuel hingga 50 persen dari total konsumsi solar.

“Saat ini sedang dilakukan persiapan untuk mempersiapkan perusahaan-perusahaan yang akan berperan penting dalam mencapai tujuan B50 sebagaimana diamanatkan Presiden Joko Widodo dan Presiden terpilih Prabowo Subianto,” ujarnya.

Namun Amran tak merinci lebih rinci terkait lokasi dan kawasan industri yang didapuk mendukung program tersebut.

Ia menjelaskan, program B50 bertujuan untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor solar dengan menggantinya dengan biofuel yang berasal dari minyak sawit mentah (CPO).

Amran mengatakan, produksi biofuel Indonesia saat ini mencapai 46 juta ton per tahun dan sekitar 26 juta ton diekspor ke pasar dunia. Pada saat yang sama, negara ini masih mengimpor sekitar 5,3 juta ton solar per tahun.

“Saat ini produksi biofuel kita 46 juta. Kita ekspor 26 juta. Kalau kita kembalikan karena kita impor solar 5,3 juta ton, apa maksudnya? Kalau harga minyak sawit mentah dunia naik, maka bottom linenya adalah untuk Petani Indonesia,” ujarnya. .

Mentan berharap pemberlakuan program B50 tidak hanya mengurangi ketergantungan impor solar, namun juga meningkatkan harga minyak sawit mentah di pasar internasional.

Bagi petani di Indonesia yang merupakan produsen minyak sawit mentah terbesar di dunia dengan pangsa pasar 58-60 persen, hal ini dianggap sebagai langkah yang menguntungkan, ujarnya.

Selain itu, Mentan juga menyoroti potensi Indonesia sebagai pemasok penting bahan baku minyak sawit mentah global. Menurut dia, kebijakan tersebut diyakini tidak akan menimbulkan masalah besar karena pasokan karbon dioksida sawit mentah di Indonesia aman dan tidak terganggu.

“Kita tahu, sumber bahan baku CPO kita terbesar di dunia. Kita punya CPO 58 persen bahkan 60 persen. Dalam hal ini saya kira tidak ada masalah, Insya Allah aman,” kata Amran.

Sementara itu, beberapa kelompok berpendapat bahwa keberlanjutan program biodiesel dan biofuel pemerintah memerlukan penyelesaian permasalahan di sektor pasokan minyak sawit.

Ketua Departemen Pembangunan Berkelanjutan Asosiasi Produsen Bahan Bakar Nabati Indonesia (Aprobi) Rapolo Hutabarat di Jakarta pada hari Jumat menekankan bahwa penyelesaian masalah di sektor kelapa sawit adalah kunci keberlanjutan program biodiesel karena terkait dengan ketersediaan bahan mentah.

“Masalah ini harus segera diselesaikan, terutama dari sisi hulu. Kita tahu banyak yang harus dilakukan di sektor pertambangan, terutama karena tergantung ketersediaan bahan bakunya,” ujarnya pada kelompok diskusi ( FGD ) bertema ‘Biodiesel untuk Negeri’ yang diselenggarakan oleh Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit (BPDPKS) dan Sawit Setara.

Kelanjutan program pencampuran biofuel seperti B40 dan kemungkinan peningkatan lebih lanjut ke B45 atau B50 sangat penting, ujarnya. Namun keberhasilan program tersebut sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku di sektor pasokan.

Ia mengatakan Aprobi berharap pemerintah dapat segera menyelesaikan permasalahan di sektor pasokan sehingga Indonesia dapat mencapai tujuan besarnya di industri kelapa sawit, termasuk target produksi 100 juta ton minyak sawit mentah pada tahun 2045.

Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Rino Afrino menambahkan, perlu adanya peningkatan produktivitas melalui upaya perbaikan sektor pasokan.

Menurutnya, terdapat beberapa tantangan dalam peningkatan produktivitas kelapa sawit, diantaranya adalah legalitas lahan, dimana saat ini terdapat sekitar 3,4 juta hektar lahan kelapa sawit yang terdaftar sebagai kawasan hutan dan terancam kehilangan.

Ia kemudian mengatakan pelaksanaan program Peremajaan Kelapa Sawit (PSR) pada petani kecil masih di bawah 10 persen dari target atau 390.000 hektare dari 2,4 juta hektare yang dijanjikan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours