Nasib Warga Cluster Grand Alifia Bogor: Rumah Lunas, Sertifikat Nggak Jelas

Estimated read time 4 min read

BOGOR – Warga Klaster Grand Alifia Bogor terus menuntut agar pengembang Manakib Rezeki segera melakukan proses pengikatan Akta Jual Beli (AJB). Parahnya lagi, proses pengikatan AJB tidak hanya berdampak pada warga yang membeli rumah dengan mekanisme kredit, tapi juga warga yang sudah membayarnya.

Firdaus Gustian Saputra salah satunya. Pria yang akrab disapa Firdaus itu hingga kini belum mendapatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas rumahnya. Bahkan, dia sudah melunasi cicilan rumahnya di bank cabang Bogor.

“Siapa yang awalnya tidak tertarik? Hanya dengan booking fee Rp 2 juta saja semuanya gratis, dan AJB juga dijanjikan gratis, tapi sebenarnya lho, AJB sampai saat ini masih belum ada. Tahun 2021,” kata Filly di Bogor, Rabu (7/3/2024).

Firly menceritakan, ia pertama kali membeli rumah di Cluster Grand Alifia melalui mekanisme CPR dari cabang bank di Bogor pada Agustus 2021. Ia kemudian memutuskan untuk melunasi CPR-nya pada Februari 2024 karena menjadi korban PHK.

Meski membayar CPR, ia hanya mendapat sertifikat CPR lengkap dan surat PPJB (Perjanjian Jual Beli) asli.

“Sudah lunas (CPR), tapi saya belum punya apa-apa. Saya belum punya apa-apa seperti sertifikat rumah karena saya hanya punya PPJB,” kata Firly.

“Hanya bukti pembayaran. Tidak dapat sertifikat apa pun,” lanjutnya.

“Di bank tidak ada jaminan (sertifikat) kecuali PPJB (Perjanjian Jual Beli). Jadi yang ada di bank hanya ada PPJB. Bank memerintahkan, misalkan nasabah minta (sertifikat) itu.” dari pengembangnya,” kata pria berkacamata itu.

Filly mencoba menghubungi pengembangnya, Manakib Rezeki. Namun sejauh ini dia belum mendapat jawaban.

Dari awal Maret sampai sekarang. Awalnya saya hanya tanya marketing, dari marketing saya disuruh tanya CRM. Dari sana saya tanya CRM sampai sekarang tidak ada jawaban, kata Firdaus.

“Kami bahkan belum membalas chatnya hingga saat ini,” lanjutnya.

Ia berniat melapor ke bank untuk menanyakan nasib sertifikat rumahnya. Hanya saja belum menemukan waktu yang tepat.

“Kenapa tidak ada sertifikatnya? Kalau misalnya cicilan rumah sudah lunas, harusnya ada sertifikatnya,” ujarnya.

Ia berharap pihak lain turun tangan dalam pertemuan dengan pengembang beserta dirinya dan warga Cluster Grand Alifia yang belum menerima sertifikat rumahnya.

“Sepertinya kita harus bertemu. Jika iya, Anda perlu ke bank terlebih dahulu. Nanti kami akan coba atur waktunya. “Harusnya ada tiga pintu, pelanggan, bank, pengembang, untuk menanyakan hal ini,” kata Firdaus.

Eko menghadapi permasalahan serupa namun serupa. Pria 33 tahun itu membeli rumahnya langsung dari pengembang Manakib Rezeki seharga Rp 306 juta. Namun setelah 3 tahun berlalu, ia masih belum mendapatkan sertifikat rumah yang ia tempati dari pengembang.

“Saya membeli rumah pada Agustus 2021 dan mencicilnya hingga September 2021,” kata Eko.

Dia bertemu dengan notaris untuk menyegel jual beli tersebut. Saat itu, notaris menjamin tanah itu milik Manakib Rezeki, tidak dibagi begitu saja.

“Saya bertemu dengan notaris Novita Zahra dan PPJB pada bulan Agustus. Nah, di sana dijelaskan bahwa tanah ini benar-benar aman, jadi legalitasnya sebenarnya ada,” kata Eko.

Namun PPJB tidak merinci kapan sertifikat rumah akan diterbitkan oleh pengembang.

“Ada tertulis, kalau syarat itu terpenuhi maka akan diberikan (sertifikat). Hanya ada waktu membangun rumah selama 12 bulan sejak pelunasan ini dan memang meski hasilnya kurang bagus, tapi belum maksimal. , ” katanya. .

“Mengeluh juga sepertinya sulit. Tidak terlalu diperhatikan. Makanya kita juga lakukan renovasi sendiri,” imbuhnya.

Harapan pria itu sedikit meninggi saat mendengar kabar pengembang akan membagikan sertifikat pada November 2023. Ia berharap namanya masuk dalam daftar penerima sertifikat, karena rumah tersebut dibelinya secara tunai. Pasalnya, dia mendapat informasi bahwa pihak pengembang menjanjikan pemilik akan segera mendapat sertifikat bahwa rumah tersebut sudah lunas.

Namun kenyataannya tidak sesuai harapan. Namanya tidak ada dalam daftar. Dia bertanya kepada pengembang tentang hal itu.

“Oh iya, nanti hubungi CRM saja, hanya CRM yang menjelaskan, tapi surat Anda masih diproses,” kata Eko menirukan pernyataan pengembang.

Dia mencoba mengikuti arahan yang diterimanya. Awalnya, dia dijanjikan sertifikat rumah akan selesai dalam waktu 6 bulan. Namun, setelah 6 bulan menunggu kabar dan kembali menghubungi pihak developer, ia tidak mendapat tanggapan.

“Bulan Juni, Juni atau Mei, pokoknya 6 bulan dari November, saya tanya lagi. Dari CRM belum ada tanggapan,” kata Eko.

Jika Manakib Rezeki memiliki kendala keuangan, seperti diberitakan di selentingan, mereka harus memberikan keterangan meski tidak bisa dijadikan alasan untuk melengkapi sertifikat rumah.

“Itu (kabar masalah keuangan) malah bikin saya tambah grogi, panik soal legalitas rumah saya. Setidaknya dia jawab (WA), padahal saya beberapa kali cek online tapi dia tidak jawab. Wah, maksudnya tidak ada itikad baik, “Setidaknya jelaskan pada kami,” ujarnya.

Eko juga ingin melihat sejauh mana tanggung jawab pengembang. “Kalau tidak bisa, bilang saja, tidak bisa minta waktu atau apa pun. Tidak ada yang seperti itu. Hubungan komunikasinya putus banget,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours