Ni Nengah Widiasih, perjuangan menuju medali Paralimpiade ketiga

Estimated read time 4 min read

Jakarta (ANTARA) – Atlet angkat besi peraih beberapa medali, Ni Nengah Widiasih, kembali memantapkan tekadnya untuk meraih medali ketiga di Paralimpiade.

Meski kesakitan akibat cedera bahunya, Widiasih tak henti-hentinya berjuang. Ia terus berlatih, melampaui batas kemampuannya dengan satu tujuan: membawa pulang medali ketiganya pada tahun 2024. Imajinasinya lebih tinggi, kepingan medalinya adalah emas.

Perjalanan Ni Nengah Widiasih menuju puncak dunia angkat besi tidaklah mudah. Diagnosis kelumpuhan pada masa kanak-kanak berarti dia kehilangan fungsi kakinya, tetapi hal itu tidak menghentikannya untuk bekerja keras.

Widiasih memulai latihan beban saat masih duduk di bangku sekolah dasar karena keinginan sederhana untuk mendapatkan es krim yang dijanjikan oleh kakak perempuannya. Di bawah bimbingan kakak laki-lakinya, ia memulai pelatihannya dengan tekun dan disiplin.

Keputusan terjun ke dunia peleburan menjadi titik balik dalam hidupnya. Tak hanya mengubah hidupnya secara fisik, namun juga memberikan kejelasan tujuan dan arah bagi Widiasih.

Dalam kelanjutan pidatonya, dia berkata: “Angkat beban banyak mengubah hidup saya. Jika saya tidak melakukan angkat beban, saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan.”

Dengan dedikasi tinggi dan semangat pantang menyerah, Widiasih berhasil mencapai puncak karirnya di pentas Paralimpiade. Medali perunggu yang diraihnya di Rio de Janeiro pada tahun 2016 menjadi awal penampilan luar biasa dirinya. Sempat berhenti disitu, Widiasih terus meningkatkan kemampuannya hingga akhirnya berhasil meraih medali perak di Tokyo pada tahun 2020.

Pada Kejuaraan Dunia Para Powerlifting Pattaya 2024 di Pattaya, Thailand, Widiasih berhasil meraih satu emas dan satu perak. Penampilan inilah yang membuatnya mendapatkan tiket ke Paralimpiade Paris 2024.

Pada tahun 2023, Widiasih meraih satu medali perak di Para Asian Games di Hangzhou, Tiongkok, dan dua medali emas di Para ASEAN Games di Phnom Penh, Kamboja.

Kemenangan ini tidak hanya mengharumkan nama Indonesia, tapi juga mengharumkan nama Indonesia. Meski memiliki keterbatasan fisik, Widiasih berhasil menunjukkan bahwa semangat dan kerja keras mampu mengatasi segala keterbatasan.

Kini, di usia 31 tahun, Widiasih punya cita-cita baru: meraih medali emas di Paris. Namun, melawan mimpi tersebut tidaklah mudah. Cedera bahu yang dialaminya menjadi tantangan dalam persiapannya.

Meski begitu, Widiasih tetap optimis dan bertekad memberikan yang terbaik untuk Indonesia.

“Paris tidak mudah bagi saya (karena cedera), tapi saya akan berusaha sekeras yang saya bisa,” ucapnya.

“Saya akan melakukan yang terbaik untuk Indonesia, untuk keluarga saya,” ulangnya.

Wanita yang mengangkat beban

Di tengah dominasi atlet putra dalam perebutan medali Paralimpiade Indonesia, perempuan tampil sebagai pemimpin dalam olahraga lempar.

Widiasih tidak sendirian dalam perjuangannya. Bersama dua atlet lainnya, Siti Mahmudah dan Sriyanti, Widiasih akan mewakili Indonesia di Paralimpiade Paris. Ketiganya merupakan bagian dari kontingen Paralimpiade terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Dan tidak ada satu pun atlet putra Indonesia yang lolos ke Paris.

Siti Mehmuda yang kehilangan kaki kirinya karena patah tulang, akan bertanding pada kompetisi Paralimpiade keduanya di kategori 79 kg. Sementara itu, Sriyanti yang sewaktu kecil juga mengidap polio, mengubah hidupnya dari berjualan mie ayam menjadi atlet Paralimpiade peraih medali perak Asian Para Games 2022.

Kehadiran mereka di ajang internasional ini menunjukkan bahwa olahragawan Indonesia mempunyai potensi yang besar dan mampu bersaing di level tertinggi.

Namun, perjalanan mereka tentu tidak mudah. Widiasih mengungkapkan salah satu tantangan yang hanya dialami atlet putri, seperti bertanding saat menstruasi.

Alhamdulillah bisa menang. Sedih sekali. Ini tidak akan bisa diusahakan oleh atlet putra, ujarnya.

Harapan untuk masa depan

Widiasih dan kawan-kawan tak pernah putus asa menghadapi tantangan saat ini. Di bawah bimbingan pelatih angkat besi Indonesia, Eko Supriyato, mereka terus berlatih dan mempersiapkan diri dengan baik.

Eko sendiri terkesan dengan pengorbanan dan perjuangan ketiga atlet putri tersebut. “Saya lebih terkejut dibandingkan ketiga wanita ini,” ujarnya.

Namun dengan cederanya Widiasih, Eko berusaha realistis untuk meraih hasil di Paris nanti. “Kami mendorong mereka untuk setidaknya bersaing memperebutkan medali perunggu,” ujarnya.

“Yang penting kita berusaha semaksimal mungkin, bekerja keras dan disiplin,” tegasnya.

Di tengah persiapan Paralimpiade Paris, Widiasih menaruh harapan besar terhadap masa depan atlet angkat besi Tanah Air.

Ia berharap suatu saat nanti atlet putra Indonesia juga bisa mengikuti cabang olahraga tersebut di Paralimpiade. Namun kini, dia fokus pada misi pribadinya: memenangkan medali ketiga dan mendorong lebih banyak wanita untuk angkat beban.

“Saya berharap banyak perempuan di luar sana yang terinspirasi oleh kami,” ujarnya.

“Tidak peduli bagaimana situasi kita, selama kita berusaha dan percaya pada diri kita sendiri, tidak ada yang mustahil bagi kita,” ujarnya.

Pengarang: Achmad Zaenal M

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours