Nyoman Nuarta: Esensi desain Istana Garuda IKN satukan 1300 suku di RI

Estimated read time 2 min read

Jakarta dlbrw.com – Perancang Istana Garuda, ibu kota nusantara (IKN), Nyoman Nuarta mengungkapkan esensi dasar desain istana mengacu pada penyatuan lebih dari 1.300 suku di Indonesia.

Nyoman saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Sabtu, mengatakan, ia memilih gambar Garuda sebagai bentuk bangunan agar tidak ada rasa iri dari berbagai daerah di Indonesia. Pasalnya, suku yang ada di Indonesia bermacam-macam.

“Saya memilih Garuda sebagai ide dasar karena semua orang saling mengenal dan tidak mungkin juga menyatukan seluruh identitas etnis dalam satu gedung,” kata Nyoman.

Ia menjelaskan, bentuk Garuda menjadi dasar pilihan keraton karena ia mengakui terdapat lebih dari 1.300 suku di Indonesia yang memiliki keunikan budayanya masing-masing.

“(Indonesia) punya rumah adat, ada kerajinan tangan. Ada tekstil. Untuk menghindari kecemburuan, saya menahan diri untuk tidak menggunakan identitas suku apa pun untuk digunakan dalam membangun istana. Rasanya tidak adil. Makanya saya pilih Garuda sebagai ide dasarnya,” ujarnya.

Menurutnya, Garuda sangat terkenal atau diakui sebagai simbol nasional di antara seluruh suku bangsa di Indonesia, oleh karena itu konsep inilah yang digunakan dalam desain Istana Garuda di IKN.

Kemudian, lanjut Nyoman, lambang Garuda Pancasila juga diciptakan oleh Sultan Hamid II yang berasal dari Kalimantan, bukan Garuda dari budaya Hindu seperti yang diklaim.

“Nah, setelah saya pakai tidak banyak yang protes, arsitek protes dan kalah dalam kompetisi. Ini adalah hasil kompetisi. Jadi konsepnya seperti ini karena saya tidak ingin ada perpecahan karena desain yang tidak tepat.” “Ya,” kata Nyoman.

Terkait kesan mistis Istana Garuda, Nyoman mengajak semua persepsi untuk membentuk opini.

Menurutnya, pendapat masyarakat sedikit banyak dipengaruhi oleh pengalaman materialnya sendiri.

Dijelaskannya pula warna Istana Garuda yang warna kuningan bagian depannya perlahan berubah menjadi hijau kebiruan seperti warna GWK. Proses ini disebut patina.

Sedangkan struktur bilahnya yang terbuat dari baja tahan cuaca berubah warna dari kemerahan menjadi gelap setelah 1-2 tahun.

Elang kelihatannya gagah, tapi kepalanya seperti itu (saat melihat ke depan), jadi itu persepsi masyarakat, kata Nyoman.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours