OJK terus mendorong akses layanan keuangan bagi penyandang disabilitas

Estimated read time 3 min read

JAKARTA (ANTARA) – Frederick Vidyasari, Direktur Eksekutif Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Badan Jasa Keuangan (OJK), mengatakan OJK terus mendorong akses layanan keuangan bagi penyandang disabilitas di Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, dari total 22 juta penyandang disabilitas di Indonesia, hanya 20 persen yang memiliki akses terhadap layanan keuangan. Masih ada sekitar 17 juta penyandang disabilitas yang belum menerima layanan keuangan.

“(Memperluas akses) itu untuk mendukung agar 22 juta (penyandang disabilitas) insyaallah punya rekening. Kenapa? Karena kalau mereka diikutsertakan, mereka seperti kita semua, mereka bisa menabung, mereka punya kredit. Bisa, ya. Kredit untuk penyandang disabilitas juga kita dukung,” kata Frederica atau akrab disapa Kiki saat talk show Harimau. Dan Jakarta, Jumat nanti nonton film bareng.

Sebagai upayanya, Kiki menjelaskan OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 (POJK) tentang Keamanan Konsumen dan Masyarakat. Peraturan ini mewajibkan pelaku usaha jasa keuangan untuk menyediakan akses inklusi keuangan bagi penyandang disabilitas.

Pengaturan tersebut mencakup penyediaan berbagai fasilitas seperti formulir dalam huruf Braille, atau akses jalur landai untuk kursi roda di gedung perkantoran. OJK juga memiliki pedoman teknis operasional bagi pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) untuk memastikan penyandang disabilitas memiliki akses yang setara terhadap layanan keuangan.

“Misalnya formulir pembukaan rekening harus ada huruf braille, lalu pintu masuk harus ada landai, dan sebagainya. Kita semua terlibat, dan kita punya juknis operasional pelaku usaha jasa keuangan. Untuk mendukung hal tersebut, beliau menyampaikan: “Kami yang dinonaktifkan, kami memiliki akses ke semua orang biasa yang memiliki rekening bank, produk keuangan, dll.”

Selain itu, Kiki menilai PUJK juga harus memiliki kesadaran tersendiri dalam menciptakan lingkungan yang ramah dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.

“Kami menghimbau kepada seluruh pelaku usaha jasa keuangan baik perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lain-lain untuk memastikan tidak ada satupun yang tertinggal dan membuka lapangan kerja di sektor jasa keuangan,” kata Kiki.

Selain itu, ia menambahkan, selama ini banyak pelaku usaha jasa keuangan yang menunjukkan upaya luar biasa dalam mendukung inklusi keuangan bagi penyandang disabilitas.

Dikatakannya, “BNI misalnya telah menyediakan fasilitas khusus bagi penyandang disabilitas, antara lain ATM bagi penyandang disabilitas dan layanan kontak yang mengikutsertakan penyandang disabilitas. Namun, belum semua perusahaan melakukan hal tersebut.”

OJK juga telah mencanangkan strategi lain untuk meningkatkan layanan bagi penyandang disabilitas, khususnya layanan digital, untuk lebih mendorong inklusi keuangan melalui program strategis “Satu Disabilitas Satu Rekening”.

Kiki mengatakan, pihaknya telah berkonsultasi dengan Komnas Penyandang Disabilitas untuk melaksanakan program “Satu Disabilitas Satu Akun”.

Tak hanya meningkatkan inklusi keuangan, Kiki menilai program-program strategis juga harus ditingkatkan untuk mendorong aspek literasi keuangan masyarakat. Salah satu upaya OJK adalah dengan memanfaatkan teknologi melalui Sistem Pengelolaan Pembelajaran Edukasi Keuangan (LMSKU) dan Ilmu UangMu yang juga memiliki modul ramah disabilitas.

Pada acara penandatanganan kerja sama antara OJK dan Kementerian Koordinator Perekonomian (2/2), Kiki mengungkapkan, OJK telah melaksanakan 2.570 kursus edukasi keuangan dengan 647.968 peserta pada tahun 2023.

Kemudian, Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) menyelenggarakan kursus edukasi keuangan sebanyak 2.607 orang dengan peserta sebanyak 409.284 orang.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours