P3M sebut RPP Kesehatan ancam industri hasil tembakau

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Persatuan Pondok Pesantren dan Pembinaan Masyarakat (P3M) menyatakan akibat disahkannya RUU Reformasi Masyarakat (RPP) Kesehatan pasal b’ tentang tembakau dalam dunia usaha akan berdampak negatif terhadap dunia usaha. industri hasil tembakau (IHT).

Menurut Direktur P3M KH Sarmidi Husna, banyak pembatasan IHT seperti pengecualian atau pembatasan tar dan nikotin akan menghilangkan IHT dari pemerintah.

Kretek yang merupakan produk IHT nasional menggunakan bumbu-bumbu baru untuk meningkatkan cita rasa. Jika dibatasi atau dilarang maka industri kretek nasional akan terkena dampaknya terlebih dahulu, ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, RPP Kesehatan ke depan akan disetujui.

Menanggapi hal tersebut, Sarmidi mengatakan, sebelum RPP Kesehatan, IHT rumit karena kebijakan fiskal. Sejak tahun 2020, pajak cukai hasil tembakau terus dinaikkan sebesar dua digit. Faktanya, pada saat yang sama, IHT terhenti karena pandemi COVID-19 dan situasi global yang tidak menentu.

Situasi hukum IHT saat ini terus berlanjut, dibuktikan dengan tidak terpenuhinya penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT), dan menurunnya produksi rokok.

Dengan kondisi tersebut, kata dia pula, pemerintah harusnya memberikan peluang, dengan tidak menaikkan tarif CHT pada tahun 2025, karena tarif PPN atas produk rokok sudah dinaikkan.

“Sekarang untuk tahun 2026 dan tahun depan, kenaikan besaran cukai HT akan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi atau inflasi,” ujarnya.

Dengan bertambahnya RPP jelas akan menghilangkan IHT dari dunia usaha. IHT akan semakin sulit jika harus mematuhi ketentuan RPP, seperti perubahan kemasan dan bahan baku, biaya yang sangat tinggi, dan aturan yang lebih rumit.

Ia mengatakan, IHT diatur melalui 446 peraturan, 400 (89,68 persen) berupa kontrol, 41 (9,19 persen) mengatur mengenai cukai hasil tembakau, dan hanya 5 (1,12 persen) aturan yang membahas persoalan ekonomi/moral. .

Menurut Sarmidi, saat pembahasan RPP pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Pasal Kesehatan tentang Pengamanan Bahan Adiktif belum mencakup masyarakat luas dan berkeadilan.

P3M meminta Kementerian Kesehatan menghapus pasal Pengamanan Bahan Adiktif dari rancangan RPP Kesehatan, karena bertentangan dengan UU Kesehatan, UU Pendirian, UU Perkebunan, dan resolusi. dari Mahkamah Konstitusi.

“Selain itu, hal ini juga dapat mematikan kelestarian ekosistem dan sistem perdagangan taman nasional,” tambahnya.

Menurut dia, pasal-pasal terkait industri produk tembakau seharusnya diatur tersendiri sebagaimana disyaratkan dalam UU Kesehatan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours