Pakar BRIN sebut pembangunan China bawa dampak positif

Estimated read time 3 min read

Jakarta (ANTARA) – Pesatnya reformasi dan pembangunan ekonomi Tiongkok membawa manfaat tidak hanya bagi masyarakat dalam negeri, tetapi juga bagi masyarakat di seluruh dunia, terutama negara berkembang seperti Indonesia. Menurut pakar politik Indonesia, hubungan Tiongkok-Indonesia telah berkembang secara signifikan selama dua dekade terakhir.

Tiongkok kini menjadi negara berpendapatan menengah ke atas dan hampir mencapai level negara berpendapatan tinggi. Menurut data Bank Dunia, keberhasilan pembangunan ekonomi sejak reformasi ekonomi pada tahun 1978 telah mengangkat hampir 800 juta orang keluar dari kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga sangat mengesankan sejak saat itu, dengan rata-rata lebih dari 9 persen.

Dampak positif pembangunan juga dirasakan oleh negara-negara lain seiring dengan semakin terintegrasinya perekonomian Tiongkok secara global. Selain itu, salah satu prinsip kerja sama yang ditawarkan Tiongkok adalah pembangunan yang berbasis pada pengembangan masyarakat dengan masa depan bersama.

Hayati Nufus, Peneliti Pusat Kajian Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN), mengatakan beberapa kunci kemajuan Tiongkok antara lain keterbukaannya untuk terus bereksperimen dan berinovasi, serta kebijakan yang disiapkan dan berkelanjutan untuk domestik. kondisi. Model tata kelola yang berkelanjutan dan efektif juga berperan penting dalam menjaga stabilitas.

“Pembangunan Tiongkok dapat membawa manfaat baru bagi negara-negara kecil dan berkembang, sehingga kerja sama bukan lagi soal menang dan kalah, atau siapa menang dan siapa kalah, tapi bagaimana semua kelompok bisa memperoleh manfaat,” kata Hayati dalam wawancara dengan Xinhua. . dahulu kala.

Tiongkok merupakan mitra strategis bagi Indonesia. Hayati mengatakan hubungan kedua negara telah terjalin sejak lama, namun semakin erat dalam satu dekade terakhir sejak Kemitraan Strategis Komprehensif disepakati pada tahun 2013 dan diintensifkan melalui Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI).

Dari sisi perdagangan, Tiongkok merupakan mitra terbesar Indonesia dalam hal ekspor dan impor. Begitu pula dengan investasi, Pemerintah Republik Indonesia (RI) yang tahun lalu mendaftarkan modal asing dari Tiongkok mencapai $7,4 miliar (1 dolar = Rp 16.374) sehingga menjadikan negara tersebut penyumbang terbesar setelah Singapura.

Hayati mengungkapkan, salah satu sisi positif investasi Tiongkok di Indonesia adalah transfer teknologi, seperti pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang diklaim pertama di Asia Tenggara. Dengan belajar dari teknologi baru ini, diharapkan Indonesia mampu mengembangkan infrastrukturnya sendiri di masa depan.

Aspek menarik lainnya yang membedakan investasi dari Tiongkok dengan investasi dari negara lain adalah banyaknya investasi yang fokus pada wilayah tertinggal, khususnya di luar Pulau Jawa. “Jelas hal ini akan bermanfaat bagi Indonesia dalam mengurangi kesenjangan pembangunan antar daerah,” kata Hayati.

Menurut Hayati, pertukaran people-to-people dan budaya antara Indonesia dan Tiongkok dapat lebih ditingkatkan sehingga akan mendorong kerja sama ekonomi dan perdagangan di masa depan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours