Pakar Hukum Persaingan Usaha Sebut RPM Praktik Biasa

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Pakar hukum persaingan usaha Profesor Dr Ningrum Natasya Sirait mengatakan, penetapan Harga Jual Kembali Pemeliharaan (RPM) suatu produk merupakan hal yang lumrah. Menurut dia, pasti ada alasan produsen mematok harga seperti itu.

“Ketika harga atau RPM kembali dipatok pada masing-masing produk, sebenarnya itu adalah hal yang lumrah. Pasti ada alasan mengapa produsen melakukan hal tersebut. Ada kaidah alasannya, tidak mutlak,” kata guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam ini. Hukum, Universitas Sumatera Utara (USU), baru-baru ini.

Mengutip Pasal 8 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli, disebutkan harga jual kembali tidak diperbolehkan. Namun secara ekonomi, urusan penetapan Hak Menguasai bukanlah suatu tindakan kompetitif sama sekali.

“Jadi, kalau undang-undang jelas-jelas melarangnya. Namun kalau secara ekonomi kita bisa membuktikannya, apalagi pendekatan kita berdasarkan aturan nalar dan bisa dibuktikan, maka RPM adalah hal yang sah untuk dilakukan,” ujarnya.

Dia mempertanyakan, ketika harga uang ditentukan, tidak ada konteks negatifnya. Karena ini normal untuk harga.

Selain itu, hubungan antara produsen dan pengecernya bersifat vertikal, yaitu hubungan antara produsen yang sama yang mendistribusikan produk atau pengecer, dan bukan hubungan horizontal atau dengan pesaing.

“Ada hubungan hukumnya, ada kontraknya, ada kesepakatannya. Sebab, kalau dealer dan distributor menjual seenaknya, bisa dihantam secara horizontal oleh kompetitornya. Itu juga harus dia jaga,” kata Ningrum. .

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika harga menjadi sensitif. Apalagi jika melihat hubungan antara reseller dan produsen dalam satu keluarga atau tidak.

Artinya ada hubungan kekerabatan dari atas ke bawah. Termasuk kompetitor yang mempengaruhi perbedaan harga.

Berkaca pada Amerika, penetapan harga jual kembali pada awalnya sangat sensitif dan dilarang sama sekali. Baru pada tahun 2007 Mahkamah Agung Amerika menemukan adanya kesalahan selama periode ini dan mengubah keputusannya sepenuhnya.

Jelas dari ilmu ekonomi bahwa RPM bukanlah operasi kompetitif sama sekali. Oleh karena itu, Mahkamah Agung Amerika Serikat membatalkan seluruh keputusan sebelumnya dan menyatakan dapat menerima argumen bahwa penetapan harga jual kembali tidak sepenuhnya merugikan persaingan usaha, ujarnya.

Menurut Ningrum, ada beberapa alasan bisnis yang dapat diterima bagi produsen untuk melakukan RPM. Misalnya saja agar lebih efisien dan lebih menjamin perilaku distributor atau reseller.

Model bisnis tidak selalu sama. Ada usaha yang lebih untung jika dikelola dengan menetapkan harga jual kembali dan ada jaminan pasokan misalnya. Kemudian pastikan bisnisnya tidak mempengaruhi persaingan antar merek.

“Kalau tidak diawasi, reseller suka jual harga saja. Kalau tinggi produknya tidak laku, tapi kalau rendah bisa rugi dan kalah pesaingnya. Makanya kita tetap kritis, kita harus tanya motifnya apa? Kenapa dia harus mematok harga jual, ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours