Pakar soroti tantangan penerapan “power wheeling” di Indonesia

Estimated read time 3 min read

Jakarta (Antara) – Pakar energi terbarukan dari Universitas Indonesia, Ako Ade Setiawan, mengidentifikasi sejumlah tantangan yang harus diatasi sebelum skema pembagian listrik atau shared use of the power grid dapat diterapkan di Indonesia.

Dalam diskusi online yang diselenggarakan IESR di Jakarta, Rabu, Eco mengatakan skema penjualan listrik yang memungkinkan produsen listrik swasta (IPP) menjual listrik langsung ke konsumen akan meningkatkan persaingan dan mendorong energi terbarukan . Namun implementasinya menghadapi sejumlah kendala yang kompleks.

Tantangan pertama adalah rumitnya penghitungan harga. Eco mengatakan penetapan harga jual listrik yang wajar harus melibatkan banyak pihak, antara lain Kementerian ESDM, PLN, dan IPP. Proses ini dinilai sangat kompleks dan memerlukan aturan yang jelas dan rinci.

Kedua, renegosiasi kontrak. Menurut Eco, Perjanjian Jual Beli Listrik (PPA) yang ada antara PLN dan IPP umumnya sulit diubah. Proses renegosiasi kemungkinan besar akan menimbulkan konflik dan konflik.

Permasalahan ini semakin rumit karena skema meteran listrik dapat mengurangi pendapatan PLN karena IPP menjual listrik langsung ke konsumen.

“Sulit juga bagi PLN karena sudah punya kontrak PPA jangka panjang. PLN perlu bantuan pemerintah. ESDM perlu turun tangan untuk mengatasi hal ini,” kata Ako yang juga merupakan Guru Besar Madya Universitas Indonesia tersebut

Ketiga, perlunya modernisasi jaringan. Eco menjelaskan, untuk mendukung siklus listrik, PLN harus melakukan modernisasi jaringan listrik secara signifikan, termasuk penerapan smart grid.

Menurutnya, investasi besar dalam pengembangan teknologi baru diperlukan untuk pengelolaan energi terbarukan yang bersifat sementara atau tidak stabil karena bergantung pada cuaca.

Keempat, memperluas jaringan transmisi dan distribusi. Eco mengatakan perluasan jaringan transmisi dan distribusi, terutama di daerah terpencil, memerlukan investasi besar yang harus dilakukan PLN dan pemerintah.

Tantangan kelima adalah kompleksitas peraturan dan mekanisme transaksi. Ia mengatakan pemerintah harus membuat peraturan baru untuk mengatur tarif, audit, dan mekanisme perdagangan yang adil dan efisien. Perubahan besar dalam kebijakan energi juga diperlukan untuk mendukung transisi listrik di luar monopoli PLN.

Eco menambahkan, ada resistensi dari PLN dalam penerapan skema power wheeling. Ia memahami PLN memandang skema tersebut sebagai ancaman terhadap model bisnisnya yang saat ini didominasi oleh jaringan transmisi dan distribusi.

Dan ini tentunya karena mereka (PLN) sudah mempunyai perjanjian PPA jangka panjang, tutupnya.

Pembagian jaringan tenaga listrik atau power wheeling merupakan suatu mekanisme yang memungkinkan pemilik pembangkit listrik untuk menyalurkan tenaga listrik kepada konsumen dengan menggunakan jaringan transmisi yang ada milik pihak lain.

Dalam konteks pasar ketenagalistrikan Indonesia, PLN sebagai pemilik jaringan listrik menjadi pelaku utama dalam penerapan mekanisme tersebut, selain konsumen dan pemilik pembangkit listrik.

Konsep pembangkit listrik menjadi salah satu poin utama yang dibahas dalam Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) di DPR RI. Namun RUU ini belum disetujui karena belum ada kesepakatan mengenai mekanisme pelaksanaan power wheeling.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours