Pelaku Industri Dalam Negeri Keluhkan Relaksasi Impor Kemendag

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Pelaku industri dalam negeri mengaku langsung merasakan dampak negatif dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no. 8/2024 yang memudahkan masuknya barang asing ke Indonesia. Dalam beberapa minggu, mereka mulai kehilangan pesanan karena pasar dalam negeri mulai mengalihkan pesanan ke barang impor yang digantikan oleh Peraturan Perdagangan No. 36 Tahun 2023 yang dikeluarkan menteri perdagangan yang baru.

Kekecewaan diungkapkan Ketua Majelis Umum Persatuan dan Perusahaan Kosmetik Indonesia (PPAK), Solihin Sofian. Dia menilai Peraturan No. 36/2023 sejalan dengan kebutuhan industri dalam negeri karena melindungi investasi dalam negeri dan mengutamakan perlindungan produsen dalam negeri. Sayangnya aturan tersebut digantikan dengan Peraturan Menteri Perdagangan 8/2024 yang ramah importir.

Pembatasan impor yang diatur dalam Peraturan Perdagangan 36/2023 yang dicabut didasarkan pada kapasitas produksi nasional dan kapasitas konsumsi nasional. Peraturan ini tidak memuat pembatasan impor bahan baku, produk setengah jadi, dan produk premium atau teknologi tinggi yang diimpor ke Indonesia tidak dapat diproduksi atau tidak, kata Solihin dalam siaran persnya, Sabtu (8/6/2024). ).

Solikhin pun kaget saat diberitahu aturan lama Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 mempersulit impor. Karena impor bahan baku tidak ada masalah jika dilihat dari tenaga profesional di bidang kosmetik.

Dari sisi pelaku industri, Solikhin melihat setidaknya ada tiga dampak negatif langsung dari penghapusan permintaan pendapat teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian untuk kegiatan impor.

Pertama, tidak adanya lagi perlindungan terhadap penanaman modal dalam negeri, khususnya terhadap produk lokal merek nasional. Kedua, akan terjadi “panas” kapasitas produksi nasional karena pasar dibanjiri produk impor. Ketiga, akibat berkurangnya kapasitas produksi nasional, dikhawatirkan akan berkurangnya kesempatan kerja baik di sektor formal maupun informal.

Solikhin juga mencatat, solusi yang diambil Kementerian Perdagangan bersama Kementerian Keuangan dan Bea Cukai merupakan bentuk kepanikan sesaat. Mereka mengambil keputusan dengan segera tanpa mempertimbangkan aspek domestik dan industri

Situasi pengecualian impor saat ini nampaknya juga memberikan beban berat bagi industri kosmetik. Sebab meski dengan regulasi yang cukup ketat, serbuan produk impor sangat besar, baik melalui jalur legal maupun ilegal.

Dia khawatir karena produk impor bisa masuk secara legal atau ilegal. Jika ilegal, jelas akan terjadi kerugian negara yang sangat besar dari sisi penerimaan negara dan melemahnya perlindungan konsumen. Karena produk-produk tersebut dapat dengan mudah diimpor secara legal, maka akan sulit bagi industri dalam negeri untuk memasarkan produk-produknya karena akan terjadi kerugian dalam harga dan volume.

“Produk lokal semakin menurun, terutama karena aturan terkait bisnis digital tidak diatur dengan baik. “Di pasar kosmetik, kita bisa melihat munculnya brand leader non-domestik,” ujarnya.

Kekecewaan serupa juga diungkapkan Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Hardiaman. Meski ia berharap Menteri Perdagangan Zulkifli Hassan merevisi Peraturan Perdagangan No. 8/2024 Lebih ke soal impor, Nandi pesimis keinginan itu bisa segera terwujud.

Ia mengaku terkejut dengan keputusan Zulkifli Hassan yang menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024. Sebelumnya, di masa wabah Covid-19 dan membanjirnya barang impor, empat menteri mengunjungi Industri Kecil Menengah (UKM) dan melihat langsung kondisinya.

“Dari situ sebenarnya para menteri, termasuk Menteri Perdagangan, sudah memahami bahwa banyak usaha kecil dan menengah garmen yang tutup dan merumahkan karyawannya karena impor. Kemudian Menteri Perdagangan sangat antusias untuk mendukung industri dalam negeri, tiba-tiba Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan Perdagangan No.

Menurut Nandi, setelah diberlakukannya Peraturan Perdagangan No. 8/2024 Menteri, akan berdampak langsung pada industri kecil dan menengah sandang. Penjual online atau reseller yang bekerja sama dengan UKM garmen langsung menghentikan kerja sama dan mengalihkan pesanan ke importir.

Ia yakin pemerintah akan terus melindungi industri dalam negeri. “Kalau Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024, bersiap menghadapi meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Dengan kebijakan ini, saya yakin usaha kecil dan menengah garmen akan mati,” keluhnya.

Nandi mengatakan, situasi saat ini sangat memprihatinkan. Lebih dari 20% UKM tutup. “Kalau Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024, saya prediksi 70 persen UKM pakaian jadi akan tutup.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours