Pelari Uganda Rebecca Cheptegei tewas setelah dibakar oleh pacarnya

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Pelari dan atlet Olimpiade Uganda Rebecca Cheptegei meninggal setelah dibakar oleh pacarnya, AFP melaporkan, Kamis.

“Kami telah mengetahui kematian atlet Olimpiade kami Rebecca Cheptegei setelah serangan brutal yang dilakukan pacarnya,” Donald Rukare, presiden Komite Olimpiade Uganda, mengatakan dalam pesan di akun resmi X atau Twitter miliknya.

Cheptegei, 33, menderita luka bakar hingga 80 persen di sekujur tubuhnya, kata penjabat kepala Rumah Sakit Pengajaran dan Rujukan Moi (MTRH) di Eldoret, Rift Valley, tempat dia dirawat.

“Semua organnya rusak tadi malam,” kata seorang dokter di fasilitas tersebut kepada AFP.

Polisi mengatakan seorang pria yang diidentifikasi sebagai Dixon Ndiema Marangach, yang diidentifikasi sebagai pasangannya, diduga menyiram Cheptegei dengan bensin dan membakarnya selama serangan pada Minggu (9 September) di rumahnya di Endebes, di Wilayah Barat Trans-Nzoia.

Insiden itu terjadi beberapa minggu setelah Cheptegei mengikuti maraton Olimpiade 2024 di Paris, di mana ia finis di urutan ke-44.

Media massa Kenya melaporkan bahwa salah satu putri Cheptegei menyaksikan penyerangan di rumah ibunya.

“Dia menendang saya ketika saya mencoba melarikan diri untuk menyelamatkan ibu saya,” lapor media Standard Kenya.

“Saya langsung meminta bantuan sehingga menarik perhatian tetangga yang berusaha memadamkan api dengan air, namun sia-sia,” kata gadis yang tidak disebutkan namanya itu.

Marangach juga mengalami luka dalam kejadian tersebut, dengan luka bakar di 30 persen tubuhnya.

Ini bukan pertama kalinya hal seperti ini terjadi. Dua tahun lalu, atlet kelahiran Kenya Damaris Mutua ditemukan tewas di Iten, pusat lari populer di Rift Valley.

Pada tahun 2021, pemegang rekor Kenya Agnes Tirop, 25, ditikam hingga tewas di rumahnya di Iten pada tahun 2021. Mantan suaminya diadili karena pembunuhan. Dia membantah tuduhan tersebut.

Angka terbaru dari Biro Statistik Nasional Kenya, yang dirilis pada Januari 2023, menunjukkan bahwa 34 persen perempuan di negara tersebut telah mengalami kekerasan fisik sejak usia 15 tahun.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours