Pembelian BBM Subsidi Bakal Dibatasi 1 Oktober, Ojol: Pendapatan Pahit, Pengeluaran Buncit

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Pemerintah berencana mengurangi pembelian bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi pada 1 Oktober 2024. Meski penerapan pembatasan BBM bersubsidi masih terus dibicarakan, namun warga khususnya ojek (ojol) mengeluhkan pembahasan tersebut.

Salah satu pemuda di kawasan Mpondok Gede, Bayu (26) mengatakan perdebatan mengenai pengurangan subsidi BBM berdampak pada pendapatan mereka. Bayu yang sudah memiliki ojol sejak 2017 ini menuturkan, pendapatannya kini menurun dibandingkan tujuh tahun lalu.

“Penghasilan saya sekarang sakit sekali, sakit sekali, yang dipotong sudah besar, harusnya bahan bakarnya dikurangi lagi, yang tadinya sehari dapat Rp 300-500 ribu, sekarang dapat Rp 200 ribu susah,” jelas Bayu. MPI, Minggu (1/9/2024).

Bayu mengaku baru-baru ini membaca wacana pemotongan subsidi BBM. Namun, ia mempertegas kebijakan tersebut seolah-olah pemerintah tidak ampun terhadap pengendara sepeda motor.

Jangan sampai ini terjadi, pemerintah harusnya kasihan pada pengendara sepeda motor, uang kita sekarang (pendapatan) banyak, konsumsi BBM Pertalite per hari Rp enam puluh ribu untuk dua kali pengisian, ujarnya.

“Kalau pembatasan bahan bakar, apa yang ingin kita dapatkan dari ojek? Susah sekali, yang kepanasan sekarang hanya orang yang naik taksi,” lanjut Bayu.

Senada dengan itu, Ghani (23) yang sudah minum ojol sejak 2019 mengaku menentang pembicaraan soal pembatasan lemak. Ghani mengatakan, dengan bekerja sebagai ojol, ia bisa membiayai studinya dan mencicil sepeda motor yang ia beli.

Diakui Ghani, saat ini dirinya kerap kesulitan mendapatkan bahan bakar di setiap SPBU.

“Kemarin saya cari minyak Pertalite, sekarang di SPBU sudah mulai habis, biasanya ada di SPBU nomor 31, tapi sulit,” jelas Ghani.

Ghani mengatakan, jika pemerintah memang ingin mengurangi ketersediaan BBM bersubsidi, setidaknya harus mempertimbangkan kebutuhan para tukang ojek.

“Kalau memang mau dipatok (oleh pemerintah), paling tidak harga dan ketersediaan BBM bersubsidi diberikan pilihan khusus bagi pengendara sepeda motor. Soalnya saya isi bensin seharga Rp 30-40 ribu. sehari, kalau sebulan bisa jutaan. Tolong pasang sistem aturan yang tepat sasaran.

Meski demikian, Ghani mengaku mendukung wacana pengurangan tunjangan bahan bakar yang dilakukan pemerintah, sehingga tidak bisa diakses oleh kalangan masyarakat yang memiliki perekonomian baik. Untuk itu, ia berharap perdebatan kebijakan tersebut dapat memberikan alternatif bagi pengguna ojol.

“Pada dasarnya kami menentang, karena rentan, Pemerintah juga mencantumkan ojek yang membutuhkan subsidi BBM, bukan yang teratas,” kata Ghani.

Selain itu, Panca (36) mengatakan, sejak tahun 2018 ia mampu menghidupi anak, istri, dan keluarganya dengan penghasilan dari ojek. Diakuinya, saat ini penghasilannya berkurang karena sebelumnya bisa mendapatkan Rp 500 ribu dan bonus, sedangkan kini hanya separuhnya yakni Rp 200 ribu.

“Iya, kalau pemerintah ingin mengurangi pendanaan, kita tidak bisa menahannya, tapi biaya kita semakin besar seiring dengan kerja kita,” kata Panca.

Panca mengatakan, dengan penghasilan Rp 200 ribu, ia harus mengeluarkan biaya BBM bersubsidi sebesar Rp 60 ribu untuk mengisi dua kali. Karena itu, dia mengaku menentang pembicaraan soal embargo minyak.

Ya, akan sangat sulit jika ada pembatasan pembiayaan BBM, penggunaan ini akan lebih terlihat, kata Panca.

Diketahui, pembatasan BBM bersubsidi seperti pertalite dan solar bersubsidi akan dimulai pada 1 Oktober 2024. Saat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut rencana pengurangan subsidi BBM masih dalam proses menyatukan masyarakat.

Sebelum diterapkan, pemerintah juga akan melihat dulu bagaimana keadaannya. Saya kira kita masih dalam proses sosialisme. Kita lihat di lapangan bagaimana, kata Jokowi di Yogyakarta, Rabu (28/8/2024).

Jokowi menambahkan, perlunya pengurangan BBM bersubsidi. Pertimbangan pertama adalah terkait polusi udara yang sering terjadi di kota-kota besar, khususnya di Jakarta. Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah pemerintah ingin melakukan efisiensi anggaran, khususnya pada tahun 2025.

Pertama terkait pencemaran lingkungan khususnya di Jakarta. Dan yang kedua, kita juga membutuhkan kinerja anggaran yang baik, khususnya pada tahun 2025, ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours