Pembunuh yang idap skizofrenia di Jakbar divonis penjara 16 tahun

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Hakim memvonis Andi Andoyo, pria penderita skizofrenia (gangguan jiwa yang tidak bisa membedakan halusinasi dan kenyataan) 16 tahun penjara karena membunuh wanita berinisial FD (44) di dekat Apartemen Central Park. Grogol Petamburan, Jakarta Barat.

Benar, dia divonis pada Senin (8/7), kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Barat Ivan Wardhana dalam keterangan singkat di Jakarta, Jumat.

Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Andi Andoyo yang perkaranya terdaftar dengan Nomor Perkara 150/Pid.B/2024/PN Jkt.Brt divonis bersalah dengan Pasal 340 KUHP karena direncanakan terlebih dahulu. pembunuhan

Tersangka Andi Andoyo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana, tulis kolom putusan SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

Jaksa penuntut umum awalnya menuntut Andi divonis 18 tahun penjara. Berdasarkan keputusan majelis hakim, Andi Andoyo mendapat pengurangan hukuman penjara dua tahun.

Andi diketahui membunuh FD pada Selasa (26/9/2023). Polisi kemudian mengatakan pada Selasa (24/10/2023) bahwa Andi menderita skizofrenia paranoid.

Vonis medis tersebut dikeluarkan RS Polri Keramat Jati, Jakarta Timur, setelah hampir delapan hari dilakukan observasi psikologis menyusul kelakuan aneh pelaku selama pemeriksaan, serta informasi yang diterima dari keluarga pelaku. .

“Setelah kurang lebih delapan hari observasi di RS Polri Keramat Jati lantai 1 Bhayangkara, diperoleh informasi dari dokter psikiatri forensik bahwa tersangka A.H diketahui mengalami gangguan jiwa berat yang didiagnosis secara medis. istilahnya skizofrenia paranoid,” kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kompol Paul M. saat jumpa pers, Selasa (24/10/2023). Syahdudin.

Lebih lanjut, menurut Syahduddi, pelanggaran hukum atau tindak pidana yang dilakukan tersangka AH merupakan bagian dari gejala gangguan jiwa.

Oleh karena itu, dokter telah berpesan agar tersangka ini memerlukan penanganan kejiwaan untuk mengatasi gejala gangguan jiwa yang dialaminya dan pengawasan yang ketat agar terhindar dari risiko yang membahayakan pelaku dan lingkungan hidup, kata Syahduddi.

Lebih lanjut, pasca putusan medis yang menyatakan tersangka AH mengalami gangguan jiwa berat atau skizofrenia paranoid, Syahduddi mengatakan, penyidik ​​berpedoman pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP) dalam proses penyidikan.

KUHP menjelaskan, dalam Pasal 109, penyidik ​​mempunyai kewenangan menghentikan penyidikan karena tiga alasan, pertama karena cukup bukti, kedua bukan merupakan tindak pidana, dan ketiga demi hukum. kata Syahdudi.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours