Pemerhati pendidikan sebut hukuman fisik bukan bagian dari KBM

Estimated read time 2 min read

JAKARTA (ANTARA) – Pusat Penelitian Kependudukan Sosiologi Pendidikan BRIN Anggi Afriansyah mengatakan hukuman badan bukan bagian dari pendidikan, apalagi jika tindakan tersebut dilakukan tanpa kekerasan sesuai dengan syarat kegiatan belajar mengajar di BRIN. lembaga pendidikan .

Anggi mengatakan kepada ANTARA melalui pesan singkat, “Hukuman fisik sebenarnya tidak mendidik bila siswa atau santri belum mengetahui tentang hukuman tersebut, padahal isi hukumannya adalah untuk memberikan pemahaman atas perbuatan siswa tersebut. “Bahkan di luar jalur pendidikan. ” Jumat.

Anggi mengatakan, hukuman terhadap siswa dinilai berlebihan jika ada kecenderungan kekerasan disertai penyiksaan, seperti diminta melakukan olahraga berlebihan yang tidak sesuai dengan latihan siswa, atau perlakuan yang dapat mengakibatkan cedera. Baca Juga: KPAI: Tingkat kekerasan di lembaga pendidikan serius, Anggi juga mengatakan hukuman badan tidak boleh digunakan lagi karena sudah tidak seefektif dulu.

“Hukuman berupa hukuman badan memang sudah ditinggalkan,” ujarnya. “Anak bisa diajak untuk membersihkan lingkungan, membantu masyarakat, atau melakukan aktivitas lain yang membuat anak tahu bahwa banyak hal bermanfaat yang bisa mereka lakukan,” kata Anggi.

Peneliti lulusan Universitas Indonesia ini mengatakan, pendidikan merupakan komitmen antara pendidik dengan pihak yang menerima pendidikan, sehingga perlu ada undang-undang yang disepakati kedua belah pihak untuk menghormati proses pendidikan. Baca juga: Kementerian Agama tingkatkan sidak ke pesantren di Provinsi Aceh untuk cegah kekerasan dari kedua belah pihak. Namun ketahuilah bahwa ada tindakan atau sanksi jika melanggar perjanjian. Pelatihan berbasis empati juga akan memberikan tindakan atau hukuman yang mengutamakan cinta dibandingkan kekerasan.

Namun apabila siswa tersebut melakukan perbuatan diluar kesepakatan, maka kesepakatan mengenai hukumannya harus mencakup keterlibatan orang tua, misalnya jika ada ancaman dari pelaku kekerasan, perkelahian, narkoba, pencabulan dan lain-lain. Baca Juga: Wakil Presiden Ma’rouf Sebut Kasus Kekerasan di Pesantren Menjadikan Sekolah Islam Dunia “Dalam konteks ini, sekolah memang tidak bisa membungkam pelakunya dan membiarkan mereka pergi. apakah kesepakatan awal tercapai? Dan pelanggaran serta hukuman lainnya.

Anggi mengatakan, bila ada pelanggaran sebaiknya diberikan sanksi sesuai undang-undang yang telah disepakati, jika berdampak pada proses peradilan juga harus ada sanksi hukum. Guru membutuhkan perlindungan hukum yang sama seperti siswa karena dunia pendidikan bukanlah satu pihak yang menghukum pihak lain. Baca Juga: KPAI Sarankan Kekerasan Jangan Jadi Budaya di Kalangan Anak Baca Juga: KPAI: Penanggulangan Kekerasan Anak di Pesantren Sukoharjo Gunakan SPPA

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours