Pemprov Banten: Co-firing bisa gantikan batu bara di PLTU Suralaya

Estimated read time 3 min read

Serang, Banten (ANTARA) – Dinas Perlindungan Lingkungan Hidup Provinsi Banten menyatakan sistem pembakaran bersama (co-combustion) bisa diterapkan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya untuk menggantikan batu bara dalam proporsi tertentu, agar PLTU tetap beroperasi. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten Wawan Gunawan di Serang, Senin, mengatakan rencana penyuntikan mematikan atau penarikan dini PLTU dari Suralaya karena dampaknya terhadap pencemaran udara masih menjadi persoalan.

“Saya harap masalahnya adalah apa adanya. Misalnya, jika pembangkit listrik kita tidak berfungsi, lampunya menyala di mana? “Di mana mobil listrik bisa dicolokkan kalau tidak ada PLTU?” kata Wawan.

PLTU Suralaya menghasilkan sekitar 50 persen total output PT Indonesia Power dan menyumbang 17 persen kebutuhan listrik Jawa-Madura-Bali.

Meski PLTU di wilayahnya masih menggunakan batu bara, Wawan mengatakan sistem co-firing bisa diterapkan agar PLTU tetap bisa beroperasi.

Pembakaran bersama merupakan penggantian batubara dalam proporsi tertentu dengan bahan biomassa seperti wood pellet, cangkang sawit, dan serbuk gergaji (sawdust). Baca Juga: Kemungkinan Pencemaran Udara, KLHK Jamin Pengawasan PLTU Baca Juga: Pemerintah Diminta Kaji Biaya dan Manfaat Pensiun Dini untuk PLTU Suralaya “Ya, paling tidak terbatas pada penggunaan batu bara, dengan pembakaran membantu seperti itu,” kata Wow.

Menurutnya, banyak PLTU yang perlu ditingkatkan, seperti penggunaan energi terbarukan atau pembakaran bersama untuk menggantikan penggunaan batu bara yang berkontribusi besar terhadap emisi karbon.

Wawan mengungkapkan permasalahan terkait Provinsi Banten saat ini sedang berkembang menjadi salah satu penyebab merebaknya pencemaran udara.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Wawan mengatakan Pemprov Banten telah melakukan serangkaian tindakan melalui serangkaian peraturan daerah di tingkat gubernur dan Menteri Lingkungan Hidup.

Meski demikian, Wawan mengakui kualitas udara di Provinsi Banten masih di bawah baku mutu.

“Salah satu penyebabnya adalah pencemaran udara buruk di perbatasan. DKI, Banten, Jawa Barat jadi pemicunya, salah satunya kendaraan,” ujarnya.

Di sisi lain, Pemprov Banten tidak bisa membatasi kepemilikan kendaraan. Begitu pula dengan faktor panas ekstrem yang mempengaruhi penyebaran polusi udara.

Sedangkan tindakan DLH dalam memerangi pencemaran adalah dengan melakukan uji emisi terhadap kendaraan.

DLH juga memperkirakan masalah polusi melalui program FOLU Net Sink 2030 di Indonesia.

FOLU Net Sink 2030 merupakan suatu kondisi yang ingin dicapai melalui upaya mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan, dengan kondisi dimana tingkat penyerapan sudah lebih tinggi dibandingkan tingkat emisi pada tahun 2030.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyetujui rencana suntik mati atau pensiun dini PLTU Suralaya, untuk meningkatkan kualitas udara Jakarta.

Luhut mengatakan pada SCM Summit Jakarta 14 Agustus 2024, indeks kualitas udara Jakarta berada pada angka 150-200 atau berada pada tingkat tidak sehat.

Ia juga menyoroti langkah pemerintah yang mengkaji kemungkinan penghentian pengoperasian PLTU Suralaya karena usianya sudah lebih dari 40 tahun.

Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menilai rencana tersebut harus mempertimbangkan keberadaan sumber energi baru terbarukan (EBT) sebagai penggantinya untuk menjamin kelangsungan pasokan energi berkelanjutan.

Dia mengatakan PLTU Suralaya di Cilegon, Banten, memiliki emisi yang sangat tinggi sehingga rencana pensiun dini harus direncanakan dengan baik. Baca juga: Menteri ESDM: Penutupan PLTU Suralaya Harus Ada Pengganti EBT Baca juga: IP PLN: Teknologi Ramah Lingkungan Lengkapi Pembangkit Listrik

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours