Pendaratan 178 Prajurit Kopassus saat Operasi Naga Berantakan, LB Moerdani Balikkan Keadaaan Ringkus 500 Pasukan Musuh

Estimated read time 5 min read

JAKARTA – Kondisi alam Irian Jaya (Papua Barat) tidak diketahui oleh para prajurit, bahkan yang terlatih sekalipun seperti Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang kini berganti nama menjadi Kopassus. Hal ini mengakibatkan Operasi Naga tidak berjalan lancar saat pertama kali diluncurkan.

Sejak awal, Operasi Naga menunjukkan kurangnya persiapan dan ketergesaan, yang pada akhirnya harus dibayar mahal. Para tentara mengeluh karena harus membawa ransel yang beratnya mencapai 30 kg dan proses menaiki pesawat menjadi kacau.

Operasi Naga merupakan operasi yang sangat sulit karena bertujuan untuk menggagalkan rencana Belanda untuk mendirikan “negara boneka” di Papua. Operasi ini merupakan strategi TNI untuk mengganggu konsentrasi pasukan Belanda yang berjumlah 10.000 tentara dan ditempatkan di Biak.

Operasi layang-layang ini juga merupakan wujud dari Perintah Tiga Rakyat (Trikora) yang diundangkan Presiden Soekarno pada 19 Desember 1961. Indonesia ingin memperkuat diplomasi dalam perundingan dengan Belanda di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Melansir Kopassus.mil.id, situasi semakin parah pada Minggu (25/8/2024) ketika pesawat Hercules yang membawa tentara tersebut menggunakan peta dan navigasi yang salah. Oleh karena itu, pasukan Dragoon dijatuhkan 30 km sebelah utara dari zona penurunan yang dituju.

Saat menjatuhkan pasukan terjun payung, pilot TNI AU berusaha terbang serendah mungkin agar pasukan pendarat saling berdekatan. Namun tiba-tiba angin kencang bertiup dan mereka berhamburan

Nyatanya, banyak sekali yang hilang ketika mereka dibawa ke dalam kegelapan malam. Sweater biasanya digantung di pohon Papua yang tingginya mencapai 30-40 meter.

Hal ini membuat prajurit Kopassus kesulitan untuk turun, apalagi tali yang disediakan hanya sepanjang 20 meter. Ada yang langsung terjatuh ke rawa-rawa dan langsung tenggelam bersama tas punggungnya yang seberat 30 kg.

Untungnya, Kapten Leonardus Benny (LB) adalah prajurit yang bijaksana dalam merencanakan Moerda. Kalaupun ada prajurit yang tidak selamat dari lompatan tersebut, bahkan ada yang tersebar luas, reuni 178 prajurit tersebut bisa saja terjadi pada hari kedua setelah terjatuh.

Sayangnya, operasi tersebut bocor di radio Australia. Artinya Operasi Naga tidak berjalan sesuai rencana. Mengetahui informasi tersebut, pasukan Belanda menyergap Benny dan pasukannya.

Alhasil, perjalanan pasukan Naga yang dipimpin Benny menuju pusat pertahanan Belanda di Merauke banyak menemui kendala. Bukan hanya alam, Marinir Belanda juga harus berjuang.

Salah satunya adalah pertempuran 28 Juni 1962. Saat itu, dua perahu motor Angkatan Laut Belanda tiba-tiba menyerang pasukan Benny Moerdani yang sedang beristirahat di Sungai Kumbai. Pertarungan tangan kosong tidak bisa dihindari.

Tak menyangka akan adanya serangan mendadak tersebut, Ben langsung berlindung dan memerintahkan anak buahnya untuk menyelamatkan diri. Saat penyergapan, Jenderal von Kopassus hampir tewas karena Topi Hutan tertembak. Untungnya dia masih hidup.

Saat mantan Panglima ABRI itu berusaha melarikan diri dari penyergapan, ia tidak sadar bajunya telah dilepas. Pada saat yang sama, senjata, radio, dan dokumen lain yang melekat pada tubuhnya juga diawetkan.

Dalam perjalanan menuju pusat pertahanan Belanda di Merauke, pasukan ini kerap melakukan kontak senjata dengan Marinir Koninklijke, seperti yang terjadi pada 28 Juni lalu.

Menurut buku Kopassus untuk Indonesia, pasukan Benny dan Naga berhasil memukul mundur pasukan angkatan laut Belanda. “Benny menggunakan strategi kucing. Jika kami bertemu, kami akan bertarung. Jika kita tidak melakukan itu, yang terjadi adalah kucing dan tikus. Tujuan kami adalah umpan agar Belanda dapat menghancurkan konsentrasi pasukannya di Biak, dan itu terbukti…”Berhasil,” kenang Brigjen TNI (Purn) Aloysius Benedictus Mboi, yang masih memegang komando pada saat Operasi Naga digelar. pangkat letnan satu.

Pasukan naga yang berdiri di tepi sungai segera melepaskan tembakan dan segera maju untuk membersihkan posisi. Musuh berhasil dipukul mundur dan melarikan diri menuju Merauke.

Meskipun upaya diplomasi terus berlanjut dan pemerintah Belanda menyatakan kesediaannya untuk berdamai pada awal Juli, Washington tidak melakukannya. Pertempuran berkecamuk di hutan Merauke.

Belanda bahkan mengumumkan hadiah sebesar 500 gulden bagi penangkapan Kapten Benny Moerdani. “500 gulden untuk informasi atau untuk menangkap baik mati maupun hidup,” kata Ben Mboi kaget melihat begitu banyak pamflet bergambar dirinya dan Benny Moerdani di pohon dan di dinding rumah warga.

Upaya Belanda untuk menangkap Ben tidak berhasil hingga akhirnya disepakati gencatan senjata antara pasukan Dragoon dan marinir Belanda. Pada tanggal 17 Agustus 1962, Benny dan pasukannya makan malam di markas Angkatan Laut Belanda di Merauke.

Benny kemudian terkejut melihat pantulan bajunya di dinding markas Marinir Belanda. Baju Benny yang disita pada Pertempuran Sungai Kumbai bahkan dijadikan sasaran lempar pisau. Saat itu terlihat betapa marahnya tentara elit Belanda terhadap Kapten Benny.

Keberanian Benny Moerdani di lapangan diakui oleh Jan Willem de Leeuw, seorang tentara Belanda yang pertama kali bertemu dengannya di Irlandia bagian barat. Jean menceritakan betapa beraninya Benny Moerdani sebagai panglima tentara Indonesia saat itu.

“Benny bukan hanya prajurit profesional, tapi juga negosiator ulung,” kata Jean.

Keberhasilannya dalam operasi ini menarik perhatian Presiden Soekarno, yang kemudian menganugerahi Benny dan pasukannya promosi luar biasa dan kehormatan Bintang Ajaib. Bintang Sakti merupakan tanda kehormatan yang diberikan pemerintah sebagai pengakuan atas keberanian dan keteguhan hati seorang prajurit yang telah menunaikan tugasnya dalam operasi militer.

Pada Hari Pahlawan, 10 November 1962, Kapten Benny Moerdani dinaikkan pangkat menjadi Mayor dengan diangkat menjadi Inspektur Upacara pada peresmian Taman Pangan Pahlawan Trikora di Merauke. Dari semua Dragoon yang terlibat, delapan orang tewas saat mendarat, satu dibunuh oleh penduduk setempat, satu meninggal karena sakit, dan tujuh lainnya hilang.

Mengingat kurangnya anggota, Dragoons berhasil menangkap 500 tentara Belanda yang seharusnya ditarik dari Biak untuk mempertahankan Merauke.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours