Pengamat: Pemerintah mampu mendorong bioethanol sebagai BBN

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Pakar energi Satya Widya Yudha meyakini pemerintah melalui kebijakan komprehensif akan mampu mempromosikan bioetanol sebagai biogas (BBN) guna mencapai tujuan penurunan emisi gas rumah kaca (NZE) pada tahun 2060.

Saya yakin dengan perencanaan yang komprehensif dan solusi yang inovatif, pemerintah dapat mengatasi berbagai kendala dalam pengembangan bioetanol sebagai biofuel, kata Satya melalui telepon di Jakarta, Jumat.

Menurutnya, yang terpenting adalah mulai melepaskan hambatan-hambatan yang ada, agar bioetanol bisa diproduksi lebih banyak.

Ia mengatakan banyak tantangan tersebut antara lain keterbatasan sumber daya dan bahan baku yang berbeda-beda, yang sebagian besar berasal dari tanaman pangan, sehingga masih terjadi tarik-menarik antara bioetanol untuk energi atau pangan.

Selain itu, anggota Dewan Energi Nasional periode 2020-2024 ini menambahkan, tidak ada alasan untuk membedakan harga bioetanol dan bensin.

Kini belum ada undang-undang yang menghubungkan wilayah hulu dan hilir, sehingga sulit mendapatkan bahan baku dengan harga bagus ketika luas permukaan berkurang dan produksi terhenti.

Ia melanjutkan, di semua daerah dan organisasi terdapat peraturan yang mengatur peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat dalam penerapan bioetanol.

Selain itu, ia menambahkan, Program Energi Nasional (RUEN) Indonesia menargetkan produksi bioetanol sebanyak 13,7 juta kiloliter mulai tahun depan, sehingga segala kendala harus segera diatasi.

“Yang paling penting adalah menghilangkan hambatan-hambatan. Tapi saya yakin dengan reformasi baru pemerintahan baru, hambatan-hambatan itu akan teratasi,” kata Satya.

Menurutnya, setelah menganalisis dan mencari solusi atas kendala tersebut, barulah kita bisa mendiskusikan kemungkinan produksi bioetanol.

Saat ini produksi maksimal bioetanol dalam negeri hanya 63.000 kilo atau rata-rata 40.000 kilo bioetanol per tahun.

“Saat ini kekurangan produksi menjadi permasalahan karena kita masih hanya mengandalkan produk molase. Oleh karena itu, produksi berbagai produk seperti rumput sawit, tebu, atau malga harus didorong agar tidak terjadi kekurangan produk saat bioetanol diproduksi. “, tambahnya.

Bahkan, campuran bioetanol sebesar 2 persen, menurutnya, tidak akan mampu memenuhi kebutuhan bahan bakar lokal, karena dengan campuran sebesar itu dibutuhkan 750.000 kilo bioetanol setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan Indonesia. rakyat.

Untuk itu, Satya meminta pemerintah membuat rencana komprehensif dan memastikan keberhasilan proyek bioetanol.

Hal ini termasuk, tambahnya, pemberian hibah, penyusunan peta jalan dan rencana aksi, termasuk koordinasi kebijakan alokasi lahan, dan distribusi sumber daya ke lembaga/masyarakat terkait.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours