Pengguna Rokok Elektrik di Indonesia Naik, Rentang Usia Mulai Merokok 15-19 Tahun

Estimated read time 2 min read

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, Kementerian Kesehatan menyebutkan prevalensi merokok pada kelompok usia 10-18 tahun turun menjadi 7,4 persen. Sebelumnya, prevalensi merokok pada kelompok usia ini sebesar 9,1 persen sebagaimana tercatat pada Survei Kesehatan Dasar 2018.

Angka 7,4 persen ini lebih tinggi dibandingkan 7,2 persen pada tahun 2013 dan target RPJMN sebesar 5,4 untuk tahun 2015-2019, menurut Eva Susanti, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan. Meski begitu, ia mencatat penggunaan rokok elektrik meningkat dari 0,06 persen (Riskadas 2018) menjadi 0,13 persen (SKI 2023).

Pada konferensi pers Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang digelar di Jakarta, Rabu (29/05/2024), ia mengatakan, data Survei Tembakau Dewasa Global menunjukkan peningkatan penggunaan rokok elektronik dari 0,3 persen menjadi 3,0 persen.

Ia menambahkan, ada kecenderungan anak-anak beralih dari rokok tradisional ke rokok elektronik. Berdasarkan data SKI, kelompok umur yang paling banyak mulai merokok adalah 15-19 tahun sebesar 56,5 persen, disusul 10-14 tahun sebesar 18,4 persen.

Ia mengatakan, data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019 menunjukkan prevalensi merokok pada anak usia sekolah meningkat dari 18,3 persen pada tahun 2016 menjadi 19,2 persen pada tahun 2019.

Menurutnya, Indonesia sedang menghadapi pertumbuhan perokok aktif, gencarnya promosi produk ini di masyarakat, khususnya di kalangan remaja. Ia mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar sehingga menjadi pasar potensial bagi berbagai produk, termasuk rokok.

Eva mengatakan, anak-anak perlu belajar memahami bahwa merokok bukanlah kebiasaan yang baik, justru lebih merugikan. Menurutnya, jika anak-anak merokok, semakin tua usianya maka ia akan semakin kecanduan dan semakin sulit untuk berhenti.

Oleh karena itu, kata dia, Kementerian Kesehatan tengah menggencarkan berbagai upaya, seperti pelarangan penggunaan produk tembakau dan rokok elektrik bagi anak-anak dan ibu hamil, serta pelarangan iklan teknologi. . Berdasarkan media sosial dan penjualan rokok batangan Selain itu, Eva mengatakan, Self No. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tentang Kesehatan dan beberapa peraturan pemerintah, pemerintah daerah wajib menetapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tujuh lingkungan, antara lain sekolah, fasilitas kesehatan, dan transportasi umum.

Ia mengatakan, ia juga menawarkan layanan konseling bebas pulsa bagi mereka yang ingin berhenti merokok, seperti Quitline.INA di 0-800-177-6565. Selain itu, puskesmas juga dapat membantu mengatasi gejala putus nikotin

 

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours