Pengusaha Tekstil Ungkap Biang Keladi Penyebab Badai PHK Massal

Estimated read time 3 min read

Jakarta – Badai fenomena PHK atau PHK massal menimpa para pekerja. Khususnya pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri, hal ini disebut-sebut menyebabkan kegagalan dunia usaha yang terkena dampak perambahan produk impor secara besar-besaran.

Para pengusaha berbondong-bondong mengeluhkan kebijakan dan peraturan Kementerian Perdagangan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan. (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 menjadi biang keladi di balik relaksasi impor produk TPT, khususnya garmen jadi.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jammi Kartiva Sastratmaja mengatakan, PHK massal yang terjadi di kalangan pekerja industri TPT merupakan langkah tak terelakkan dalam menelan pil pahit akibat kegagalan usaha di pasar dalam negeri.

Lebih lanjut Jamey mengatakan, kondisi ini semakin parah akibat krisis ekonomi global. Imbasnya, ekspor produk TPT dalam negeri terhenti, namun Jamey menyayangkan kebijakan pemerintah yang menerbitkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 justru menambah beban pelaku industri TPT dalam negeri.

Alasan likuidasi dan efisiensi pekerja industri TPT adalah dengan terbitnya Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Inti dari Permendag ini akan menyederhanakan aturan impor sandang dengan menghilangkan Pertext aturannya sebagai berikut izin impor pakaian,” jelas Jemmy kepada MPI, Sabtu (15/6/2024).

Jemmy menegaskan, jika pemerintah terus mendukung keberlangsungan industri TPT Indonesia, sebaiknya pemerintah segera mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 dan mengembalikan Perteks persyaratan impor. Terutama pakaian jadi

“Perubahan Permendag 8 Tahun 2024 mengembalikan aturan Pertext sebagai syarat impor garmen jadi,” kata Jammi.

Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta yang mengatakan pelakunya adalah Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang tidak hanya bermaksud menutup pabrik TPT, tapi Ma’ n juga menyebabkan merek lokal beralih ke produk impor.

“Sejak aturan sebelumnya dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 8 Tahun 2024, nampaknya pemerintah berubah keinginan untuk melakukan pelonggaran impor. Untuk memunculkan kembali banyak merek lokal sebagai produk impor,” kata Gita saat dihubungi MPI.

Oleh karena itu, Gita menjelaskan, kondisi tersebut membuat persaingan harga dan ketersediaan produk impor menghambat tingkat penjualan produk TPT di dalam negeri. Tanpa harapan, kata Gita, penutupan pabrik dan PHK massal pun tak terelakkan.

“Karena mereka merasa tidak ada harapan dan arus kas buruk. Beberapa perusahaan memutuskan menutup pabrik dan merumahkan pekerja yang tersisa,” kata Gita.

Perlu diketahui, Peraturan Kementerian Perdagangan Nomor 8 BE Tahun 2024 yang diterbitkan dan mulai berlaku pada 17 Mei 2024 mengatur relaksasi izin impor untuk 7 kelompok produk, termasuk peralatan listrik. pakaian jadi dan aksesoris pakaian, tas dan katup

Sementara itu, izin impor ketujuh kelompok produk ini sebelumnya harus diproses dengan Peraturan Teknis (Perteks) sebagai salah satu dokumen izin impor untuk dapat memasuki pasar dalam negeri Indonesia, persyaratan Perteks tersebut diperkenalkan sebagai upaya pemerintah untuk memenuhi persyaratan tersebut. melindungi Industri dalam negeri dari serangan terhadap produk impor

Namun karena berdampak pada pengumpulan peti kemas di pelabuhan pada awal Mei. Oleh karena itu, diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang menghapus syarat pesan tersebut.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours