Perencanaan pangan kunci utama swasembada pangan

Estimated read time 5 min read

Jakarta (ANTARA) – Perencanaan makan belakangan ini menjadi perbincangan hangat.

Munculnya “darurat pangan” tentu saja tidak hanya disebabkan oleh El Niño atau dampak perubahan iklim lainnya, namun juga oleh lemahnya perencanaan pangan yang ada. Oleh karena itu, perencanaan pangan yang berkualitas sangat penting untuk meringankan dan mengantisipasi krisis pangan.

Tahun 2012 erat kaitannya dengan perencanaan pangan. UU No. Bab 18 memuat sedikitnya 5 pasal yang membahas tentang pentingnya perencanaan pangan.

Bagian 6 menjelaskan bahwa perencanaan pangan dilakukan untuk mengembangkan pengelolaan pangan guna menjamin swasembada, gizi, dan ketahanan pangan.

Bab 7 kemudian mengatakan bahwa perencanaan pangan perlu mempertimbangkan: pertumbuhan dan penyebaran penduduk; asupan makanan dan kebutuhan gizi; kapasitas sumber daya alam, teknologi, dan kelestarian lingkungan hidup; pengembangan sumber daya manusia di bidang administrasi pangan; kebutuhan sarana dan prasarana penanganan pangan; potensi pangan dan budaya lokal; rencana wilayah; dan rencana pembangunan nasional dan daerah.

Pasal 8 menyatakan bahwa perencanaan pangan harus diintegrasikan ke dalam rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah. Perencanaan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan peran bersama masyarakat.

Perencanaan pangan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disusun pada tingkat nasional, kabupaten, dan kabupaten/kota.

Perencanaan pangan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana kerja tahunan pada tingkat nasional, kabupaten, dan kabupaten/kota.

Bagian 9 menekankan bahwa (1) perencanaan pangan di tingkat nasional mempertimbangkan rencana pembangunan nasional serta kebutuhan dan penawaran daerah. (2) Perencanaan pangan pada tingkat kabupaten dilaksanakan dengan memperhatikan rencana pembangunan kabupaten dan memperhatikan kebutuhan dan usulan kabupaten/kota dan dilaksanakan berdasarkan rencana pangan nasional.

(3) Perencanaan pangan pada tingkat kabupaten/kota dilaksanakan sesuai dengan rencana pembangunan kabupaten/kota dan rencana pangan pada tingkat kabupaten dan dilaksanakan sesuai dengan rencana pangan nasional.

Sedangkan Pasal 10 menjelaskan (1) Perencanaan makan harus berupa rencana makan.

(2) Rencana gizi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri atas:

A. Program Pangan Nasional;

B. Program pangan daerah; Dan

Ketiga Program Pangan Kabupaten/Kota.

(3) Rencana makan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh presiden, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu, perencanaan pangan masa depan harus direncanakan dan dirumuskan sedemikian rupa sehingga pembangunan pangan yang berkelanjutan dapat mencapai harapan dan cita-cita seperti yang dipersyaratkan pada tahun 2012. undang-undang no. 18 untuk makanan.

Perencanaan pangan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditetapkan dalam rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana kerja tahunan pada tingkat nasional, kabupaten, dan kabupaten/kota.

Pentingnya menyelenggarakan perencanaan pangan agar pengelolaan pangan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, serta mengantisipasi perkembangan pangan di masa depan.

Untuk mencapainya pada tahun 2045 Untuk mentransformasikan Indonesia menjadi keranjang pangan global, diperlukan perangkat perencanaan pangan sehingga Indonesia mempunyai arah dan tujuan yang jelas untuk mencapai hal tersebut.

Kemajuan menuju gudang pangan global tentu saja harus dimulai dengan rencana besar.

Dalam model dan dokumen perencanaan, hal ini perlu dijelaskan dalam suatu proyek atau rencana umum, yang kemudian dikembangkan sebagai rencana pencapaian.

Selain itu, seluruh elemen masyarakat juga harus berani menerapkan kesetaraan persepsi terhadap apa yang ingin kita capai.

Setiap program pasti akan memilih metode atau model yang paling sesuai dengan kondisi objektif yang ada.

Sejauh ini, pendekatan yang dilakukan masih bersifat politis. Pendekatan partisipatif kemudian diikuti, dilaksanakan melalui keterlibatan pemangku kepentingan. Ada juga pendekatan top-down (top-down, bottom-up), yang terakhir adalah pendekatan teknokratis yang menggunakan metode ilmiah dan kerangka berpikir untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan.

Meskipun isu ketahanan pangan telah diangkat selama beberapa dekade, Indonesia masih belum mempunyai rencana ketahanan pangan yang lengkap, holistik dan komprehensif.

Oleh karena itu, ke depan Indonesia harus memiliki peraturan perencanaan pangan baik di tingkat nasional maupun daerah.

Selain itu, berbagai hambatan swasembada pangan harus segera diatasi. Idealnya, perusahaan katering tidak perlu khawatir dengan perubahan pemerintahan. Karena bangsa ini membutuhkan institusi yang merencanakan secara matang stabilitas pangan.

Selain itu, kemauan politik untuk mencapai swasembada selalu datang dari pemerintah mana pun yang berkeyakinan dalam mengatur bangsa dan negara tercinta.

Oleh karena itu, dalam melakukan aksi politik tertentu, pemerintah harus selalu bekerja maksimal agar swasembada pangan benar-benar terwujud.

Swasembada pangan

Pangan sendiri sebagaimana diatur dalam UU No. 18/2012 tentang pangan, mencakup segala sesuatu mulai dari sumber hayati, hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, air dan air, diolah atau tidak, dimaksudkan untuk makanan atau minuman. untuk pangan manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam penyiapan, pengolahan, dan/atau proses produksi makanan atau minuman.

Sementara itu, swasembada pangan atau kemandirian pangan merupakan keadaan dimana suatu daerah dapat memproduksi berbagai pangan dari daerahnya sendiri, yang dapat menjamin tercukupinya kebutuhan pangan pada tingkat individu, dengan menggunakan sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan budaya. .

Upaya pemerintah untuk mencapai swasembada adalah hal yang sah untuk dideklarasikan. Apalagi bagi bangsa yang sudah membuktikan mampu mencapai swasembada beras.

Namun perlu ditegaskan, pangan bukan hanya nasi. Artinya, tidak ada jaminan jika bangsa ini berhasil dua kali mencapai swasembada beras, otomatis mampu swasembada pangan. Ingatlah bahwa makanan bukan hanya nasi.

Upaya untuk mandiri jelas membutuhkan proses yang panjang dan memerlukan banyak pengorbanan.

Kuncinya adalah perlunya perencanaan pangan berkualitas berdasarkan data berkualitas.

Dengan perencanaan pangan yang lengkap, holistik dan menyeluruh maka impian dan harapan kepuasan pangan akan terwujud di tanah Merdeka ini.

*) Penulis adalah Ketua Harian DPD HKTI se-Jawa Barat.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours