Peretasan PDN Coreng Nama Indonesia di Mata Dunia

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Pakar keamanan siber Pratama Persadha menyebut peretasan Pusat Data Nasional (PDN) yang dilakukan Ransomware Brain Cipher Lockbit 3.0 telah mencoreng nama Indonesia di mata dunia. Pasalnya, peretasan tersebut sudah terjadi berulang kali dan mengakibatkan kebocoran data nasional.

“Serangan siber yang berulang dan berulang sepertinya menunjukkan ketidakpedulian pemerintah terhadap masalah keamanan siber. “Meski tidak ada kerugian finansial akibat serangan siber tersebut, namun reputasi dan nama baik Indonesia akan tercoreng di mata dunia,” kata Pratama yang juga Ketua CISSReC dan Cyber ​​Security Research Institute, Minggu. 30/6/2024).

Bahkan banyak yang sepakat bahwa Indonesia merupakan negara open source dimana siapapun bisa melihat datanya karena banyaknya peretasan yang terjadi selama ini. “Dan akhirnya pemerintah menjadi bingung ketika terjadi serangan siber dan mengambil tindakan yang biasanya terlambat dan memakan waktu lama,” ujarnya.

Pratama mengatakan dampak serangan ransomware dapat menghentikan layanan kepada masyarakat, yang paling terlihat adalah antrian panjang di gerbang imigrasi Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, pada periode sebelumnya.

Serangan Ransomware seringkali membutuhkan waktu untuk memulihkan layanan yang rusak, terutama jika penyerang mampu mengetahui di mana cadangan data utama disimpan karena biasanya mereka akan menyerang data cadangan sebelum menyerang data aslinya.

“Jadi ketika tim IT security menyadari sistem utama bermasalah maka mereka akan kesulitan untuk melakukan backup karena data yang ada di perangkat backup ditulis terlebih dahulu oleh mereka sehingga sistem yang dikembalikan tidak dapat digunakan untuk layanan,” dia menjelaskan. Pratama

Selain itu, ada kekhawatiran 210 situs membocorkan data akibat ransomware Brain Cipher Lockbit 3.0 karena biasanya sebelum mereka mengunci file dan data agar tidak dapat digunakan, mereka mulai memindahkan data tersebut ke servernya.

“Jika korban tidak mau membayar uang tebusan yang diminta, data yang dicuri dapat dijual di web gelap sehingga peretas tetap bisa mendapatkan keuntungan finansial,” ujarnya.

Menurutnya, penyebab utama kerentanan sistem teknologi pemerintahan seringkali berasal dari rendahnya pengetahuan sumber daya manusia (SDM) terhadap keamanan siber.

“Khususnya pegawai yang mempunyai pengalaman manajemen, baik di dalam organisasi untuk keperluan operasional maupun dari organisasi lain yang menjadi partner dalam membangun sistem dan aplikasi serta membantu organisasi melakukan perbaikan jika timbul masalah,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours