Permendikbudristek 2024 tidak Dicabut, Kenaikan UKT Masih Mungkin Terjadi

Estimated read time 2 min read

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembatalan kenaikan Uang Kuliah Satuan (UKT) yang dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadim Makarim tidak bersifat permanen, kata Pengawas Pendidikan Indra Karismyaji. Sebab, Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 yang menjadi akar permasalahan belum dicabut sehingga masih ada ruang peningkatan UKT.

“Belum dibatalkan, tapi leluconnya kita tunda sampai tahun depan,” kata Indra kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Ia juga mengatakan dengan besarnya UKT dan Biaya Pengembangan Institusi (IPI) saat ini, banyak masyarakat yang akan kewalahan. Menurutnya, rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia dalam setahun adalah 65 hingga 75 juta Rial.

Faktanya, tambahnya, hanya sedikit orang yang berpenghasilan kurang dari itu setiap tahunnya. Katanya, masih banyak yang menerima gaji kurang dari 5 juta real per bulan. Akan berat dengan besaran UKT dan IPI yang bisa mencapai Rp 40 juta per tahun.

Artinya, 60 persen pendapatannya hilang untuk satu anak, jelas Indra.

Dengan perhitungan tersebut, ia semakin menegaskan bahwa kebijakan kenaikan UKT dan penetapan IPI yang dilakukan saat ini kurang mendapat kajian yang matang. Ia juga mengatakan, kebijakan UKT dan IPI tidak memiliki dasar yang jelas.

Dijelaskannya: “Kebijakan ini tidak mempunyai dasar teknokratis, belum dilakukan kajian sebelumnya. Permasalahan ini terjadi karena buruknya pengelolaan dunia pendidikan.”

Sementara itu, dalam kesempatan itu, Presiden Lembaga Koordinasi Nasional (IHN) Sudirman Saeed mengatakan, pemerintah tidak bisa menjadikan ketersediaan dana sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan. Meskipun terdapat kesulitan, pendidikan di tingkat mana pun harus tersedia bagi masyarakat.

Mantan Menteri ESDM ini mengatakan, Sekalipun suatu negara sedang menghadapi masalah keuangan, negara tersebut harus tetap bisa mendidik masyarakatnya.

Jelas terlihat bahwa anggaran untuk pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, masih minim. Hal ini juga membuat pemerintah tidak mampu menekan biaya pendidikan tinggi.

Saat ini, pemerintah hanya bisa memprioritaskan wajib belajar pada pendidikan dasar dan menengah. Tidak ada prioritas finansial untuk pendidikan tinggi karena anggaran pemerintah tidak mencukupi.

Melihat hal tersebut, Sudirman menyatakan pendidikan tidak boleh diberikan kepada orang tua. Sebaliknya, negara harus siap berinvestasi di bidang pendidikan, sebuah investasi yang tidak akan pernah salah.

“Dan investasi yang tidak pernah gagal adalah di bidang pendidikan. Alangkah hebatnya jika kebijakan pemerintah ini bisa mengatasi permasalahan para ibu yang ingin anaknya berkembang dan mendapatkan pendidikan terbaik,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours