JAKARTA – Denda impor beras senilai Rp294,5 miliar memiliki konsekuensi hukum yang harus diperhatikan karena ada risiko kesengajaan menggelembungkan anggaran negara. 1.600 kontainer berisi beras tertahan di pelabuhan, sehingga memperparah masalah demurrage.
Achmad Nur Hidayat, Direktur Narasi Institute, Kamis (15/8/2024) mengatakan, “Mengapa terjadi demurrage? Itu kelalaian administratif dan kelalaian teknis, atau sengaja membesar-besarkan demurrage.
Ia meyakini, apapun kesengajaannya, pasti ada konsekuensi hukumnya. Sekalipun denda telah dibayarkan, masih terdapat konsekuensi atas kelalaian dan ketidakefisienan.
“Asuransi itu dimungkinkan karena adanya pembayaran premi. Dibayar oleh negara. Jadi kalaupun dibayar dengan asuransi, hal itu tidak membatalkan ketentuan lembaga negara yang lalai dan tidak efisien,” jelasnya.
Ia optimistis penegakan hukum dan investigasi atas permasalahan tersebut dapat membuka pintu penyelesaian permasalahan terkait impor pangan. “Ini bisa menjadi pintu masuk ke dalam skandal impor yang lebih besar,” katanya.
Kementerian Perindustrian sebelumnya mengungkap 1.600 kontainer dengan biaya demurrage hingga Rp 294,5 miliar tertahan di pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta dan Tanjung Perak di Surabaya berisi beras ilegal.
1.600 meter kontainer tersebut merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang disekat di dua pelabuhan tersebut. Ribuan kontainer diblokir, termasuk yang berisi beras, dan aspek hukumnya tidak jelas.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Riset Demokrasi Rakyat (SDR) mengoordinasikan penggalian data terkait keterlibatan Bápanas-Blogg dalam kasus tersebut.
+ There are no comments
Add yours